Fakta dan Mitos yang Menyertai Wali Sanga
"Wali Sanga" artinya adalah sembilan orang wali. Masing-masing adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Memang, mereka tak hidup pada kurun waktu yang bersamaan. Kendati demikian, satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
Ada teori yang menyebutkan bahwa sebenarnya Wali Sanga berasal dari Negeri Tiongkok. Alasannya, delapan dari sembilan Wali ini adalah orang Tionghoa dengan gelar Sunan. Artinya "Su" dari Suhu atau dialek Fukien Saihu, Guoyu (Mandarin) Szefu dan "nan"= selatan. Wali yang satunya, yaitu yang kesembilan, bergelar Syekh dari bahasa Arab "Sheik". Bukti lainnya, hingga Perang Dunia II berkecamuk, rakyat di Jawa Timur menamakan seorang laki-laki Tionghoa totok "kiai" yang berarti guru agama Islam, meskipun orang termaksud bukan orang Islam. Panggilan pada zaman lampau itu kini masih kerap terdengar di wilayah ujung timur Pulau Jawa.
Terlepas dari kontroversi tersebut, di antara Wali Sanga, Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. Ada pula yang berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar termasuk anggota Wali Sanga, tapi lantaran dianggap bersalah dia pun dikeluarkan dan dihukum.
Mereka tinggal di Pantai Utara Pulau Jawa dari awal Abad XV hingga pertengahan Abad XVI, di tiga wilayah penting. Yakni, Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon-Banten di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan, dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut kaum penjajah Eropa Barat sebagai "Paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang menciptakan karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa, yakni nuansa Hindu dan Buddha.
Berabad-abad setelah Wali Sanga wafat, banyak penziarah yang masih mengunjungi makam para penyebar Islam di Nusantara itu. Tak cuma makam mereka, sejumlah pertilasan--tempat-tempat yang diyakini sebagai pertapaan Wali Sanga dalam memperoleh wangsit maupun ilmu kedigjayaan--juga kerap dikunjungi orang yang menganut aliran kepercayaan. Hal itu tak aneh, soalnya semasa hidup mereka, para wali memang kerap menggunakan mukjijat untuk lebih menyakini masyarakat setempat akan ajaran Islam.(ANS/Dari Berbagai Sumber)
"Wali Sanga" artinya adalah sembilan orang wali. Masing-masing adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Memang, mereka tak hidup pada kurun waktu yang bersamaan. Kendati demikian, satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
Ada teori yang menyebutkan bahwa sebenarnya Wali Sanga berasal dari Negeri Tiongkok. Alasannya, delapan dari sembilan Wali ini adalah orang Tionghoa dengan gelar Sunan. Artinya "Su" dari Suhu atau dialek Fukien Saihu, Guoyu (Mandarin) Szefu dan "nan"= selatan. Wali yang satunya, yaitu yang kesembilan, bergelar Syekh dari bahasa Arab "Sheik". Bukti lainnya, hingga Perang Dunia II berkecamuk, rakyat di Jawa Timur menamakan seorang laki-laki Tionghoa totok "kiai" yang berarti guru agama Islam, meskipun orang termaksud bukan orang Islam. Panggilan pada zaman lampau itu kini masih kerap terdengar di wilayah ujung timur Pulau Jawa.
Terlepas dari kontroversi tersebut, di antara Wali Sanga, Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. Ada pula yang berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar termasuk anggota Wali Sanga, tapi lantaran dianggap bersalah dia pun dikeluarkan dan dihukum.
Mereka tinggal di Pantai Utara Pulau Jawa dari awal Abad XV hingga pertengahan Abad XVI, di tiga wilayah penting. Yakni, Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon-Banten di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan, dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut kaum penjajah Eropa Barat sebagai "Paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang menciptakan karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa, yakni nuansa Hindu dan Buddha.
Berabad-abad setelah Wali Sanga wafat, banyak penziarah yang masih mengunjungi makam para penyebar Islam di Nusantara itu. Tak cuma makam mereka, sejumlah pertilasan--tempat-tempat yang diyakini sebagai pertapaan Wali Sanga dalam memperoleh wangsit maupun ilmu kedigjayaan--juga kerap dikunjungi orang yang menganut aliran kepercayaan. Hal itu tak aneh, soalnya semasa hidup mereka, para wali memang kerap menggunakan mukjijat untuk lebih menyakini masyarakat setempat akan ajaran Islam.(ANS/Dari Berbagai Sumber)
Komentar
Posting Komentar