MOHAMMAD IQBAL

"Jiwa dan Tuhan"

Dipetik jari-jemari-Mu, mengalun nada dari jiwaku
Bagaimana Kau bisa berada dalam jiwa, namun di luar?
Bersama-Mu apiku menyala, tanpa Kau padamlah ia
Betapa Kau bisa jauh dariku, O Sarwa Segalaku?

Siapa yang mencarimu? Sakit apakah pikiranmu?
Tuhan nyata dan kau adalah tirai penutupnya
Temui Dia maka jiwamu yang terlihat
Cari dirimu, tiada selain Dia kaudapat

Dalam perintah "Kun!" kau berkisar
Kau adalah Tanda yang tak seorang tahu
Berjalanlah lebih waspada lintas jalan hidup
Padang luas dunia terliput olehmu jua

Tak seorang tahu asal Diri
Fajar dan petang bukan milikmu
Dari Guru Angkasa Raya kudengar hikmah ini
Laut yang beriak sama tua dengan ombaknya

Di kuncup mawar hati menyaksi rahasia hidup
Tersingkap Kebenaran, terlihat Kemungkinan
Walau dari kegelapan bumi si mawar muncul
Kilat pandangnya menyatu dengan matahari kemilau

Taman dan rumput di bawah cahaya terang-Nya
Anggur dan mawar menghiasinya dengan pesona
Tak pernah dunia ini Dia biarkan dalam kegelapan
Kayu api-Nya selalu menyala mencipta cahaya dalam kalbu.

"Tulip dari Sinai"

Bagai orang asing bagi pribadimu
Kau cari jalan baru ke bintang di langit
Buka matamu, pandang dirimu umpama benih
Agar tersembul kau dari bumi bagai pohonan

Agar kau paham rahasia hidup
Kusampaikan ikhwal dengan segenap rahasianya:
Mati sajalah kau jika tak punya jiwa
Jika punya, kau akan hidup kekal

Katamu insan dibentuk dari segumpal tanah
Terikat dunia ada dan membusuk ini
Namun alam dengan bingkai jagatnya
Telah meletakkan arus pada dasar lautnya

Tak tahu aku apa aku anggur atau cawan
Mutiara atau pemilik mutiara
Jika kuterangi mataku dengan jiwa, kutahu
Jiwaku dan aku tak sama dengannya

Dunia kita ini masih percobaan seorang pemahat
Perubahan demi perubahan ia alami siang dan malam
Pahatan Nasib memerintahkan kita terus bekerja
Memberi bentuk, sebab ia masih pahatan kasar

Tak seorang tahu bagaimana Diri muncul mengada
Tak dari dunia ruang dan waktu ia berasal
Kudengar hikmah ini dari Khaidir nabi lautan:
"Laut tak lebih tua dari ombaknya."

Apa arti kerisauan pikiran dalam kalbuku?
Mengapa ku tampak bagaikan rahasia?
Terangkan padaku ini, O Filsuf bijak:
Tubuh diam, jiwa mengembara. Bagaimana dan mengapa?

Jika kau tahu kemungkinan-kemungkinanmu
Embun bisa kau cipta jadi lautan luas
O hati, mengapa minta seberkas cahaya pada bulan?
Nyalakan lampumu agar terang malam-malammu

Berapa lama kau akan tetap berduka seperti ini?
Berapa lama sarangmu tetap di debu seperti semut?
Belajarlah terbang bagai elang dan membubunglah
Jangan di tanah kau mencari makan, tapi di angkasa

Jika kau dicipta
Bagai setetes embun
Bangkit dan belajarlah membasahi
Hati tulip

Jika kau dicipta sebagai duri
Tempellah sekuntum mawar segar
Ingatlah kemuliaan taman:
Belajarlah menikam

Jika kau disilang tukang kebun
Dengan kembang lain
Belajarlah tumbuh segar
Bagai rumputan

Supaya lebih kuat
Dan tetap pahit
Tinggallah di bumbung arak
Dan matangkan dirimu di situ

Berapa lama kau akan tetap tinggal
Di bawah sayap lain?
Belajarlah terbang
Dengan bebas di atas taman

Ketika kuketuk pintu kedai
Penjaga kedai berkata:
"Pergi! Nyalakan sendiri api di baitul Haram
Hingga hatimu menyala terang."

Tak pernah kupuja bentuk
Kuhancurkan sudah rumah berhala
Aku ini arus yang meluap
Kurecai semua rantai

Pikiranku ragu
Tentang ada dan tiadaku
Namun cinta mengumumkan
Aku ada

Aku memuja di rumah berhala
Dan shalat di Ka'bah
Kukalungi leherku untaian suci
Dan di tangan tasbih

Tak berani kukuras genangan duka ini
Sebab Kau yang memberinya
Kucegah air mataku menyembur
Agar mata air memancur dari Kalbu

Arif dalam kata
Aku gila tindakan nyata
Mabuk anggur cinta pada-Mu
Tetap aku bersahaja.

"Masnawi"

Wujudku adalah pahatan terbengkalai
Kasar, tanpa bentuk dan belum muncul mutunya
Cinta lalu menghaluskannya: Aku pun menjelma manusia
Dan kuperoleh hikmah dari fitrah alam semesta

Gerak nadi langit telah kukenal
Pun darah mengalir di urat-urat bulan
Sering malam hari kuratapi tujuan hidup manusia
Hingga terkoyak tabir rahasia pada akhirnya
Dan dari ruang percobaan kejadian
Kuperah susunan rahasia kehidupan

Bagai bulan, kuliputi malam dengan keindahan
Akulah debu yang memeluk iman Islam
Iman meluas merongga lembah dan ngarai
Dan menyalakan lagu api tak kunjung padam
Sebutir zarrah disemainya dan dipetiknya matahari
Dituainya ratusan penyair seperti Attar dan Rumi

Aku keluh: Lalu membubung tinggi
Aku asap, namun jadi barang berkobar
Setelah diterbangkan cita luhur ke angkasa
Penaku mencampakkan tabir rahasia
Hingga setitik air merangkum lautan
Dan pasir meluas jadi gurun Sahara

Bukan sajak semata tujuanku menulis masnawi ini
Pun bukan memuja keindahan dan menghibur semata
Aku Muslim: Bahasa parsi bukan bahasa ibuku
Seperti bulan sabit cawanku tak penuh
Jangan cari gaya mempesona dalam sajakku
Jangan cari Isfahan dan Kanshar kota puluhan penyair

Walau bahasa Hindi sesedap madu
Bahasa Parsi lebih nikmat bagi lidahku
Jiwaku tertawan oleh kendahan lagunya
Penaku jadi ranting semak terbakar di dalamnya
Karena cita sajakku luhur tak terkira
Bahasa Parsi lebih cocok menyatakannya
Pembaca! Jika pahit jangan salahkan cawannya
Periksa saja dengan baik rasa anggurnya.

"Ghazal"

Oleh seluruh isi Alam hatimu tak terpuaskan
O Kegilaanku: Mereka yang mengembara bolak-balik gurun
Akan sia-sia! Hanya Diri yang bisa menghancurkan
Pesona jahat dunia, itulah tenaga yang tak kita kenal.
Gosok sampai cerlang penglihatanmu! Terang
Adalah tanda kehidupan dan ombakmu harus senantiasa bergelora.
Di mana akal dan wahyu berselisih paham, iman akan sesat
Seraya mengira Al-Hallaj di tiang gantungan adalah musuhnya
Demi karunia Tuhan, sedang diperhamba atau lagi bertahta
Orang lantas memakai tameng seraya mencibir dunia.
Namun, Oh Jibril, jangan iri pada kehendak luhurku ini:
Berzikir dan berdoa sudah cukup bagi penghuni sorga.

Kedai anggur Timur dan Barat telah banyak kulihat:
Tapi pembawa cawan tak ada di sini
Anggur yang ada pun tak membangkitkan seleraku
Di Iran juga tidak, di Turki tidak
Pengingkar dunia yang dulu dapat menaklukkan raja-raja besar
Kini tak punya anggur lagi; Para pewaris Nabi
Hanya menimbun dan menjual kain keluarga Nabi
Bila kumohon agar kiamat segera diturunkan
Tuhan akan menjawab — Adakah kiamat jauh
Jika Mekkah tidur pulas sedang Cina khusyuk sembahyang?

Ke dalam cawan Iman tak seorang menuang anggur Tuhan
Piala pikiran meluap dengan Anggur Tidak.
Suara sayup terdengar di antara alunan biola
Eropa menjerit kesakitan, airnya yang membesarkan Hiu
Kini mengandung badai gelombang yang akan meneggelamkan liangnya.
Perbudakan berarti asing dari Cinta keindahan.
Keindahan akan selalu diburu oleh manusia merdeka
Jangan percaya mata budak, wanita mata jernih dan kebebasan!
Tolong menolonglah kalian!
Kerajaan Hari Ini berada di tangan yang menjaring
Mutiara Hari Esok akan tersembul dari pendaman arus waktu.

Seni pembuat gelas Eropa bisa membuat batu lari:
Kini aku membuat gelas yang lebih cerlang kacanya.
Fir'aun merancang pembunuhan atasku:
Tapi kejahatan apa yang telah kulakukan?
Langit mengangkat tangan putihku bagai tangan Musa
Tumpukan sampah bumi takkan mampu memadamkan kilatan ini
Tuhan menyalakan lampu agung-Nya menerangi seluruh gurun
Cinta, keyakinan diri, hati yang teguh, berdiri
Tak gentar di depan pintu caesar dan Khusrau
Jika bulan dan bintang soraya menjatuhkan kursinya
Apa yang mesti dicemaskan? Tak ada yang mesti dicemaskan
Sebab Diriku telah berpaut pada pelana Nabi!

Dialah Sang Petunjuk, Tujuan Akhir dan Tuhan Segala
Dialah yang akan meminjamkan kilauan api Thursina
Pada debu kami, hingga Mata Cina menyala kembali.
Telah kupaham Awal dan Akhir abjad, kandungan kata, isi kalam
Sebab itu aku takkan pergi mengambil pecahan mutiara
Yang berserak di bumi ini sebagai hormatku pada sufi Sana'i
Dalam pasang ini sejuta mutiara akan tercipta dan muncul.

"Pertanyaan Kelima"


PERTANYAAN KELIMA

O, katakan padaku siapa aku dan terangkan
Apakah gerangan tujuan penyelidikan diri?


JAWAB

Diri adalah azimat ciptaan
Satu-satunya pelindung kita.
Seperti hidup dialah yang mula pertama memancar
Bila hidup mampu membangunkan dia dari tidurnya
Maka hidup akan berkembang bersama Diri
Dan yang satu dia ciptakan menjadi yang banyak.
Jika hidup tak mengandung kita yang mewujudkan diri
Maka hidup takkan bisa mengada terus.
Tanpa memunculkan diri
Kita tak maujud.

Hidup adalah lautan tanpa batas
Setiap denyut jantungnya adalah ombak yang tak pernah diam
Ia senantiasa gelisah
Karena itu ia mesti mencipta terus.
Ia tak dapat menjelmakan Diri Pribadinya
Melalui diri pribadi lain —melalui kita:
Demikianlah ia harus memelihara wujudnya senantiasa.
Hidup adalah api. Diri pribadi adalah nyalanya
Bintang-bintang tetap, namun beredar terus
Sejuta anak panah ia lepaskan dari busurnya
Setelah undur ia kumpulkan panah-panah itu
Lalu ditaruhnya di tempat suci.
Demikian hidup lantas pergi menyepi
Seraya memandang yang lain datang dan pergi
Lihat bagaimana mula-mula ia menggelepar
Lalu dari debu terbang tinggi mengangkat dirinya
Disembunyikannya dirinya dari pandangan
Dibuatnya langit ribut dan gempar
Dengan segala jerih payahnya
Ia berusaha menjelmakan diri
Dalam beragam warna dan wewangian
Dalam berbagai rasa nikmat.
Api angkara dalam dirinya
Ia jaga agar tak berkobar
Ia bertarung seakan melawan dirinya sendiri.

Perang melawan diri inilah yang memberikan tatanan
Dan tujuan kepada benda-benda
Dan membuat segumpal debu bersinar-sinar.
Adalah diri yang memancarkan cahaya:
Ia adalah lautan tempat mutiara menjelma
Bingkai lempung ini tiada selain selubung
Yang mesti disingkap dan dicampakkan
Oleh cahaya Diri, seperti siang tersingkap
Oleh cahaya matahari,
Lalu menjelma kelahiran baru yang agung.
Tempat matahari terbit
Adalah lubuk terdalam hati kita.
Hakekatnya menerangi gelap debu kita.
Jika kau ingin memperoleh keterangan
Siapa kau sebenarnya dan apa tujuan penyelidikan diri
Telah kukatakan padamu, betapa erat
Hubungan Tubuh dan Jiwa. Selidiki itu
Selidiki kerajaan batinmu dan 'Aku'-Mu!
Penyelidikan diri bertujuan
Untuk bisa lahir kembali dalam jiwa; untuk
Bisa melempar tali jerat ke langit
Buat menangkap bintang soraya.
Juga agar kita bisa melihat tanpa bantuan sinar matahari
Dapat mengenyahkan segala harap dan takut dalam hati
Agar seperti Musa kita bisa membelah lautan
Meremukkan khayalan langit, bumi dan laut;
Agar kita bisa menggerakkan jari dan membelah bulan
Agar diri kita bisa memancarkan lagi sinar arasy Tuhan
Barulah Dia akan berdiam dalam dirimu
Dan dunianya dapat kaugenggam.
Namun, rahasia ini tak terperikan
Mustahil rasanya kusampaikan.
Sebab bagai lempung kata-kata mengabur
Namun bila sudah terasa
Ia akan berubah jadi cermin yang cerlang
Lagi, seorang pendengar takkan bisa jadi pelihat
Sebelum bisa menyaksikan sendiri.
Jadi apa yang bisa kuwartakan tentang 'Aku',
Tentang cahaya dan tenaganya
Yang dapat menjawab 'Aku' sang Pencipta
Hingga mampu mengemban tugas khalifah?

Langit gemetar mendengar perintah itu
Dan mundur ketakutan.
Lihat, betapa langit yang luhur sekalipun
Masih juga gemetar
Dan dipeluknya seerat-eratnya
Ruang dan Waktu.
Karena itu Tuhan memilih hati insan
Buat tempat tinggal-Nya.
Begitulah hakekat rumah dari tanah liat ini
Tak mustahil ia jadi tempat kediaman raja!
Ia terpisah dari yang lain, namun dekat:
Ia terserap dalam dirinya sendiri, namun tak terkandungi.
Bagaimana Pikiran, bisa diletakkan
Sebagai benda suci dalam segumpal debu?
Bagaimana keluasan wilayahnya
Bisa melampaui ruang dan waktu?
Ia adalah tawanan, namun bebas!
Ia adalah pemburu, tali jerat dan lubang galian:
Ketahuilah dalam dadamu ada lampu yang terang
Dan nyalanya memantul dalam cermin jiwamu.
Ketahuilah bahwa kau adalah makhluk terpercaya
Untuk mengemban tugas khalifah ini
Betapapun asing cermin itu jangan kauacuhkan
Namun lihat gambarnya yang terang
Adalah tak lain gambar dirimu semata.

*********

[Dikutip dari Sastra Sufi: Sebuah Antologi, Disunting oleh Abdul Hadi WM, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991, hal. 270-273]

*********

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)