ODE BUAT BAGHDAD
PETAKA bersemayam kembali di Baghdad........
Ratusan tahun lampau setelah Hulagu Khan membumihanguskan negeri lembah Sungai Eufrat dan Tigris.
Sang pembawa petaka bukanlah balatentara berkuda Mongol, melainkan "burung besi" dan "kuda baja" yang dikendarai serdadu seberang benua.
Bom-bom "haus darah" seakan berlomba menemui sasaran.
Dan tak penting lagi apa yang diterjang.
Kematian ada di mana-mana...........
Seiring jerit penduduk yang dihinggapi rasa takut.
Bangunan kokoh menjadi puing belaka.
Api dan asap mengepul seantero kota.
Segenap penguasa negeri justru bersembunyi, entah takut atau menunggu sang musuh datang.
Tak peduli, mungkin.
Di persembunyian, mereka justru mengeringkan kerongkongan 'tuk mengobarkan perang.
Korban terus berjatuhan, rumah sakit tak mampu lagi menampung.
Dua pekan sudah petaka itu terjadi.
Burung-burung tak jelas rimbanya mengicaukan suatu berita.
Sang Raja telah mangkat oleh "panah" musuh.
Begitulah..........
Kebingungan jelas tampak di wajah-wajah rakyat negeri indah itu.
Tak ada lagi sabda Sang Baginda.
Kemana raja kami?
Begitulah pertanyaan penduduk negeri.
Belum habis rasa terkejut mereka.
Balatentara musuh sudah menembus alun-alun.
Para penduduk terkesima.
Tameng-tameng berikut perangkap-perangkap dilupakan.
Penguasa berganti.
Penjajah mengangkangi negeri mereka.
Penjajah sudah mencengkeram.
Pengawal raja mereka hilang bak ditelan bumi.
Tak sedikit yang mencari selamat.
Mereka turut "berdansa" bersama musuh.
Merayakan kemenangan pihak musuh.
Seiring robohnya patung sang raja.
Para penduduk terkesiap.
Kepanikan melarut dalam.
Penjarahan.......
Penjarahan......
Balatentara musuh terkekeh-kekeh kegirangan.
Mereka pun turut berlomba mengumpulkan rampasan perang.
Seolah tak malu.
Pemenang perang memang selalu begitu.
Dan, negeri para pemberani itu ditaklukan lagi.
(ANS)
PETAKA bersemayam kembali di Baghdad........
Ratusan tahun lampau setelah Hulagu Khan membumihanguskan negeri lembah Sungai Eufrat dan Tigris.
Sang pembawa petaka bukanlah balatentara berkuda Mongol, melainkan "burung besi" dan "kuda baja" yang dikendarai serdadu seberang benua.
Bom-bom "haus darah" seakan berlomba menemui sasaran.
Dan tak penting lagi apa yang diterjang.
Kematian ada di mana-mana...........
Seiring jerit penduduk yang dihinggapi rasa takut.
Bangunan kokoh menjadi puing belaka.
Api dan asap mengepul seantero kota.
Segenap penguasa negeri justru bersembunyi, entah takut atau menunggu sang musuh datang.
Tak peduli, mungkin.
Di persembunyian, mereka justru mengeringkan kerongkongan 'tuk mengobarkan perang.
Korban terus berjatuhan, rumah sakit tak mampu lagi menampung.
Dua pekan sudah petaka itu terjadi.
Burung-burung tak jelas rimbanya mengicaukan suatu berita.
Sang Raja telah mangkat oleh "panah" musuh.
Begitulah..........
Kebingungan jelas tampak di wajah-wajah rakyat negeri indah itu.
Tak ada lagi sabda Sang Baginda.
Kemana raja kami?
Begitulah pertanyaan penduduk negeri.
Belum habis rasa terkejut mereka.
Balatentara musuh sudah menembus alun-alun.
Para penduduk terkesima.
Tameng-tameng berikut perangkap-perangkap dilupakan.
Penguasa berganti.
Penjajah mengangkangi negeri mereka.
Penjajah sudah mencengkeram.
Pengawal raja mereka hilang bak ditelan bumi.
Tak sedikit yang mencari selamat.
Mereka turut "berdansa" bersama musuh.
Merayakan kemenangan pihak musuh.
Seiring robohnya patung sang raja.
Para penduduk terkesiap.
Kepanikan melarut dalam.
Penjarahan.......
Penjarahan......
Balatentara musuh terkekeh-kekeh kegirangan.
Mereka pun turut berlomba mengumpulkan rampasan perang.
Seolah tak malu.
Pemenang perang memang selalu begitu.
Dan, negeri para pemberani itu ditaklukan lagi.
(ANS)
Komentar
Posting Komentar