AMBISI NAPOLEON MENCENGKERAM EROPA
BILA saja Napoleon Bonaparte memenangkan pertempuran terakhir di Waterloo, Austria, 1815, mungkin peta Eropa tak seperti sekarang. Ambisi anak petani anggur asal Korsika, wilayah selatan Prancis, ini memang luar biasa. Pena sejarah mencatat, Napoleon mulai berkuasa di Prancis pada akhir tahun 1799 atau sepuluh tahun setelah Revolusi 14 Juli 1789. Awal kekuasaan Napoleon jelas merindingkan bulu roma sejumlah raja di Eropa. Betapa tidak, pria kelahiran 15 Agustus 1769 dan bertinggi badan hanya sekitar 160 sentimeter ini mempunyai segudang ide tentang mengatur soal pemerintahan.
Ide-ide revolusi yang digaungkan Napoleon jelas tak disenangi raja-raja di Eropa. Ia juga kerap kali menekan sejumlah raja dengan memaksakan "perkawinan politik". Terlepas dari itu, Napoleon adalah seorang panglima perang jempolan sekaligus negarawan ulung yang berjaya menguasai daratan Eropa sampai seperempat pertama abad XIX. Meski pada akhirnya, Kaisar Prancis ini dibuang untuk terakhir kalinya ke Pulau Santa Helena. Ia pun menutup mata untuk terakhir kali di pulau terpencil di Samudra Atlantik, pada tahun 1821.
Napoleon muda mengawali karir militer dengan menjadi perwira artileri. Ia kemudian berhasil memadamkan pemberontakan terhadap Konvensi Nasional di Paris pada tahun 1795. Dalam penaklukan Italia dari 1796 hingga 1797, Napoleon mengalahkan pasukan Austria yang saat itu menguasai sebagian Italia. Akan tetapi, upaya menaklukkan Mesir kandas setelah armadanya dilumpuhkan oleh armada Inggris di bawah Laksamana Nelson pada 1798. Walau begitu, di mata rakyat Prancis, Napoleon adalah pahlawan dan diharapkan mengembalikan kejayaan negaranya yang memudar akibat ketamakan Raja Louis XIV yang mempunyai semboyan: "L`Etat Cest Moi" atau "Negara adalah Saya".
Setelah dukungan rakyat dan prajurit berada di genggaman tangan, Napoleon pun menggulingkan pemerintah Prancis pada 1799. Napoleon menjadi Konsul Pertama dan mengangkat dirinya sebagai kaisar. Sedangkan jasa yang terbesar bagi negaranya adalah kodifikasi hukum yang dikenal sebagai Code Napoleon--yang hingga kini masih menjadi dasar hukum Prancis.
Peperangan demi peperangan dimenangkan Napoleon dengan gemilang pada rentang 1800 hingga 1808. Dengan enteng pula Napoleon menentukan batas-batas negara yang tentunya menguntungkan pihak Prancis. Kegemilangan Napoleon memang tak terlepas dari sejumlah strategi jitu yang diterapkan. Menurut buku bertajuk Napoleon Expansionist, taktik perang Napoleon bertumpukan ajaran perang klasik gubahan Sun Tzu. Satu di antara taktik jitu Napoleon adalah membiarkan ratusan prajuritnya di garis terdepan mati di ujung meriam pasukan musuh. Sedangkan ribuan tentara Napoleon lainnya berlindung di tubuh pasukan yang mati tadi.
Sukses Napoleon di medan perang jelas mengangkat Prancis menjadi kekuatan utama di Eropa sekalipun penyerbuannya ke Rusia pada 1812 mengalami kegagalan. Namun, dua tahun kemudian, arus balik menghantam Napoleon. Ia beserta pasukannya mulai menderita kekalahan demi kekalahan. Napoleon akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Pulau Elba, bagian barat Samudra Pasifik.
Akan tetapi, Napoleon dengan bantuan sejumlah pendukung setianya berhasil melarikan diri. Berita lolosnya Sang Kaisar, membuat ribuan prajurit Napoleon yang setia kembali menyiapkan senjata. Mereka pun menyambut gembira kedatangan Napoleon di Prancis. Tak lama kemudian, Napoleon kembali menabuh genderang perang dan maju ke medan laga melawan pasukan koalisi pimpinan Inggris dan Austria.
Di medan laga, pasukan Napoleon hampir memenangkan pertempuran. Sayang, tentara Napoleon kekurangan perbekalan makanan. Padahal, serdadu koalisi pimpinan Duke of Wellington, bangsawan Inggris, sudah putus asa menghadapi kegigihan tentara Napoleon. Dan, Napoleon kembali kalah! Ribuan prajurit maupun rakyat Prancis pun bercucuran air mata ketika menyaksikan Napoleon dikapalkan untuk dibuang ke Pulau Santa Helena.(ANS/Disarikan dari Berbagai Sumber)
BILA saja Napoleon Bonaparte memenangkan pertempuran terakhir di Waterloo, Austria, 1815, mungkin peta Eropa tak seperti sekarang. Ambisi anak petani anggur asal Korsika, wilayah selatan Prancis, ini memang luar biasa. Pena sejarah mencatat, Napoleon mulai berkuasa di Prancis pada akhir tahun 1799 atau sepuluh tahun setelah Revolusi 14 Juli 1789. Awal kekuasaan Napoleon jelas merindingkan bulu roma sejumlah raja di Eropa. Betapa tidak, pria kelahiran 15 Agustus 1769 dan bertinggi badan hanya sekitar 160 sentimeter ini mempunyai segudang ide tentang mengatur soal pemerintahan.
Ide-ide revolusi yang digaungkan Napoleon jelas tak disenangi raja-raja di Eropa. Ia juga kerap kali menekan sejumlah raja dengan memaksakan "perkawinan politik". Terlepas dari itu, Napoleon adalah seorang panglima perang jempolan sekaligus negarawan ulung yang berjaya menguasai daratan Eropa sampai seperempat pertama abad XIX. Meski pada akhirnya, Kaisar Prancis ini dibuang untuk terakhir kalinya ke Pulau Santa Helena. Ia pun menutup mata untuk terakhir kali di pulau terpencil di Samudra Atlantik, pada tahun 1821.
Napoleon muda mengawali karir militer dengan menjadi perwira artileri. Ia kemudian berhasil memadamkan pemberontakan terhadap Konvensi Nasional di Paris pada tahun 1795. Dalam penaklukan Italia dari 1796 hingga 1797, Napoleon mengalahkan pasukan Austria yang saat itu menguasai sebagian Italia. Akan tetapi, upaya menaklukkan Mesir kandas setelah armadanya dilumpuhkan oleh armada Inggris di bawah Laksamana Nelson pada 1798. Walau begitu, di mata rakyat Prancis, Napoleon adalah pahlawan dan diharapkan mengembalikan kejayaan negaranya yang memudar akibat ketamakan Raja Louis XIV yang mempunyai semboyan: "L`Etat Cest Moi" atau "Negara adalah Saya".
Setelah dukungan rakyat dan prajurit berada di genggaman tangan, Napoleon pun menggulingkan pemerintah Prancis pada 1799. Napoleon menjadi Konsul Pertama dan mengangkat dirinya sebagai kaisar. Sedangkan jasa yang terbesar bagi negaranya adalah kodifikasi hukum yang dikenal sebagai Code Napoleon--yang hingga kini masih menjadi dasar hukum Prancis.
Peperangan demi peperangan dimenangkan Napoleon dengan gemilang pada rentang 1800 hingga 1808. Dengan enteng pula Napoleon menentukan batas-batas negara yang tentunya menguntungkan pihak Prancis. Kegemilangan Napoleon memang tak terlepas dari sejumlah strategi jitu yang diterapkan. Menurut buku bertajuk Napoleon Expansionist, taktik perang Napoleon bertumpukan ajaran perang klasik gubahan Sun Tzu. Satu di antara taktik jitu Napoleon adalah membiarkan ratusan prajuritnya di garis terdepan mati di ujung meriam pasukan musuh. Sedangkan ribuan tentara Napoleon lainnya berlindung di tubuh pasukan yang mati tadi.
Sukses Napoleon di medan perang jelas mengangkat Prancis menjadi kekuatan utama di Eropa sekalipun penyerbuannya ke Rusia pada 1812 mengalami kegagalan. Namun, dua tahun kemudian, arus balik menghantam Napoleon. Ia beserta pasukannya mulai menderita kekalahan demi kekalahan. Napoleon akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Pulau Elba, bagian barat Samudra Pasifik.
Akan tetapi, Napoleon dengan bantuan sejumlah pendukung setianya berhasil melarikan diri. Berita lolosnya Sang Kaisar, membuat ribuan prajurit Napoleon yang setia kembali menyiapkan senjata. Mereka pun menyambut gembira kedatangan Napoleon di Prancis. Tak lama kemudian, Napoleon kembali menabuh genderang perang dan maju ke medan laga melawan pasukan koalisi pimpinan Inggris dan Austria.
Di medan laga, pasukan Napoleon hampir memenangkan pertempuran. Sayang, tentara Napoleon kekurangan perbekalan makanan. Padahal, serdadu koalisi pimpinan Duke of Wellington, bangsawan Inggris, sudah putus asa menghadapi kegigihan tentara Napoleon. Dan, Napoleon kembali kalah! Ribuan prajurit maupun rakyat Prancis pun bercucuran air mata ketika menyaksikan Napoleon dikapalkan untuk dibuang ke Pulau Santa Helena.(ANS/Disarikan dari Berbagai Sumber)
Komentar
Posting Komentar