RIMBA DAN JEJAK-JEJAK BOOTKU

TAK terasa sepatu bootku kembali menjejak jalan setapak nan mendaki pada punggungan curam sebuah gunung sebelah selatan Ibu Kota. Kala itu, sinar mentari hangat menerobos sela-sela kerimbunan pohon di hutan yang setiap hari pasti diguyur air dari langit. Sudah empat jam, sepatu bootku menapak atau melompati batu kecil dan besar. Sejenak pikiranku melayang ke sudut ruangan tempat diriku berlomba dengan waktu yang terkadang terasa cepat. Hmm... Lain benar dengan di sini. Di ruang terbuka ini meski waktu berputar lamban, aku bebas merangsek, menyamping, melompat, atau bahkan berlari terengah-engah. Kebetulan memang, tadi sebuah suara auman seekor macan kumbang memeranjatkan dan membelah kesunyian jiwaku.

Beragam tantangan alam itu memang biasa kulakoni semenjak tahu arti bertahan hidup, berjuang, serta mengerti batas kemampuan diri. Dan, bootku yang Made in England ini menyusuri lagi jalan setapak yang kebetulan memang sepi. Terutama dari orang yang tak mau tahu mengenai makna hidup, keindahan alam bebas, dan kebesaran Sang Pencipta. Ku tak peduli. Bootku yang terlatih kini mulai merambati akar-akar pohon yang mencuat pada tanjakan terjal menjelang puncak gunung. Hup! Hinggapan terakhir boot memastikan diriku telah mencapai puncak gunung yang seperti kebun itu.

Setelah napas kembali teratur, secara perlahan kubuka boot hitam ini. Tak susah, soalnya bootku memang tak memerlukan jalinan tali rumit. Cukup menarik resliting, pembungkus kakiku ini pun terlepas. Satu putaran jarum panjang arlojiku cukup untuk beristirahat. Kukenakan lagi bootku. Bootku kembali melindungi kaki dan menyanggah tubuhku. Kali ini menuruni gunung yang senantiasa ramah menyambut kehadiran diriku tanpa meminta imbalan apa pun. Lain benar dengan roda kehidupan di perkotaan yang menyimpan banyak kemunafikan. Ah, terlalu agung membandingkan keramahan alam dengan tindak tanduk manusia yang sering tak mengenal terima kasih itu.(Jiwa yang Selalu Menertawai Kehidupan Sekitarnya)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)