ZAITUN DAN MERAH TANAH AQSA

Menjelang subuh 28 Ramadan 1425 Hijriah,
Bapak Bangsa Palestina t`lah menghadap ke hadirat Tuhan.

Tiga hari menjelang Hari Fitrah,
Izrail mengajak ruh lelaki itu melayang.
Meninggalkan samudra air mata bangsanya,
yang selama dua pekan menanti cemas kabar keadaannya di negeri seberang.

Tak cuma bangsanya,
ratusan juta muslim juga tersentak mendengar kepergiannya.
Serentak mereka mengucapkan,Inna lillahi wa inna ilahi raji`un.

Muhammad Abdul Al-Rauf Arafat Al-Qudwa Al-Husseini,
itulah nama lengkap lelaki yang tak lepas dari kafiyeh.

Ya, hampir seluruh hayatnya diabdikan buat perjuangan bangsanya.
Memerdekakan Tanah Palestina dari cengkeraman Zionis.

Dia pun berani menentang segala angkara murka.
Ia berjuang dan hanya takut kepada Allah SWT semata.

Kegigihan dalam perjuangan itulah yang menuai laksa simpati.
Pun demikian setelah tiada.

Gelombang belasungkawa para pemimpin dunia fana,
penghormatan terakhir di dua negeri.
Seluruhnya itu tak cukup meredam jeritan hati rakyat Palestina.

Terlebih pemimpin Negeri Yahudi masih congkak,
`tuk mengabulkan wasiat terakhir musuh terbesarnya itu.

Padahal,
hanya sedikit kapling tanah di Masjidil Aqsa yang dimintanya
Beberapa meter persegi buat kuburannya di kota suci.

Dan menjelang magrib 29 Ramadan,
ribuan tangan berebut menyentuh peti jenazahnya.
Ratusan ribu orang pun tak kuasa menahan duka,
sebagian lainnya menghamburkan timah panas ke udara.

Dukacita, doa, dan lantunan ayat-ayat suci menguasai sepenuhnya Muqataa,
begitu peti mati berada di lubang pualam.

Wajahnya menghadap ke Kabah.
Petinya bertaburan merah tanah Aqsa.
Kitaran pohon Zaitun menambah keindahan kuburan sementara jasad kasarnya.

Mungkin kelak,
tulang-belulangnya dikebumikan dengan layak di Jerusalem.
Kota yang kini masih dikangkangi sendirian oleh kaum Zionis.(ANS)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)