FABEL GAGAK DAN BAGINDA DILANGIT
Gubahan: Empu Assirna
PUPUH SATU
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Kisah Gagak yang melupakan jatidiri sehingga tak terbilang kehancuran dibuatnya.
Cerita ini datang dari negeri jauh, Kerajaan Dilangit di mana para burung berbicara seperti manusia. Negeri yang dipimpin oleh Rajawali perkasa, Baginda Dilangit.
Berlaksa-laksa burung tunduk kepada Baginda Dilangit. Pun demikian dengan bangsa Elang, para Hulubalang Langit pendekar dirgantara.
Begitulah mulanya kisah ini.
PUPUH DUA
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah kelanjutan kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Suatu ketika sepasang mata tajam Rajawali tertumbuk pada seekor gagak kecil yang terjatuh di kubangan lumpur. Jatuh ibalah Sang Rajawali, maka dipungutlah si gagak kecil tersebut.
Sedari kecil hingga tumbuh dewasa, Gagak itu diperlakukan baik, teramat baik malah. Seluruh armada burung, tak terkecuali Hulubalang Langit, diminta tak mengusiknya.
PUPUH TIGA
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah kelanjutan kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Limpahan kasih sayang itu ternyata membuat Sang Gagak pongah dan congkak. Satu demi satu burung termasuk Hulubalang Langit disingkirkan. Hanyalah Nuri yang bisa berkawan dengan Si Gagak.
Serombongan Elang atau Hulubalang Langit kemudian memindahkan sarang mereka ke bumi, tepatnya di kerimbunan hutan. Atas kehendak Dewata, Hulubalang Langit itu akhirnya menjelma menjadi Ayam Jantan. Meski tak mengangkasa lagi, hidup mereka tenteram sentausa.
Begitulah adanya.
PUPUH EMPAT
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah kelanjutan kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Anehnya, kepergian Hulubalang Langit dianggap angin lalu oleh Baginda Dilangit. Titah Sang Rajawali, Elang-Elang itu dianggap pengkhianat negara. Burung Hantu, sempat mengingatkan Sang Baginda. Namun, Rajawali itu mengabaikan nasihat Burung Hantu yang tak lain Perdana Menteri Langit.
Perdana Menteri Langit tak berkecil hati. Ia mencoba mendekati Sang Gagak. Tapi Gagak tetaplah Gagak. Dia merasa sebagai Pangeran Mahkota, yang kelak mewarisi tahta Kerajaan Dilangit. Terlebih, Sang Rajawali semakin tua, matanya hampir buta pula.
Si Burung Hantu akhirnya memilih menyusul para Hulubalang Langit ke bumi. Bahkan, saking kecewanya, Burung Hantu yang dulunya Perdana Menteri Langit ini tak mau memunculkan diri di siang hari. Di malam hari saja ia mau muncul. Itu pun dengan suara pilu mendalam, hu...hu...hu...
PUPUH LIMA
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah akhir kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Gonjang-ganjing di Kerajaan Dilangit itu akhirnya sampai ke telinga bangsa Nazar, burung pemakan bangkai, musuh Rajawali dan Elang. Mereka segera mengepakkan sayap menuju Kerajaan Dilangit yang tak dijaga lagi oleh para Hulubalang Langit.
Ke mana Sang Nuri? Ternyata bangsa Nuri lari beterbangan begitu armada Nazar memasuki Istana Kerajaan Dilangit.
Dan, bangsa Nazar dengan mudah menaklukkan Kerajaan Dilangit. Si Gagak pun dipatuk hingga mati. Adapun, Sang Rajawali dengan sisa-sisa kekuatannya terbang menjauh menuju ufuk timur. Baginda Dilangit mengira bangsa Elang atau para Hulubalang Langit yang dulunya setia itu berada di sana.
Namun apa hendak dikata, hingga sekarang kabar Sang Rajawali itu tak terdengar lagi. Yang terang, para Ayam Jantan jelmaan Hulubalang Langit itu selalu menunggu kedatangan Sang Surya. Seakan tak bosan, setiap Fajar menjelang, mereka selalu menanyakan hal yang sama. Ke mana gerangan bekas junjungan kami itu pergi? Kukuruyuk...kukuruyuk...kukuruyuk...
Begitulah adanya.
Fabel ini hanyalah pelipur lara, pengantar tidur Si Upik. Bekal Si Upik dewasa kelak bahwasanya saling asih, saling asah, dan saling asuh itu teramat perlu.
Gubahan: Empu Assirna
PUPUH SATU
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Kisah Gagak yang melupakan jatidiri sehingga tak terbilang kehancuran dibuatnya.
Cerita ini datang dari negeri jauh, Kerajaan Dilangit di mana para burung berbicara seperti manusia. Negeri yang dipimpin oleh Rajawali perkasa, Baginda Dilangit.
Berlaksa-laksa burung tunduk kepada Baginda Dilangit. Pun demikian dengan bangsa Elang, para Hulubalang Langit pendekar dirgantara.
Begitulah mulanya kisah ini.
PUPUH DUA
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah kelanjutan kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Suatu ketika sepasang mata tajam Rajawali tertumbuk pada seekor gagak kecil yang terjatuh di kubangan lumpur. Jatuh ibalah Sang Rajawali, maka dipungutlah si gagak kecil tersebut.
Sedari kecil hingga tumbuh dewasa, Gagak itu diperlakukan baik, teramat baik malah. Seluruh armada burung, tak terkecuali Hulubalang Langit, diminta tak mengusiknya.
PUPUH TIGA
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah kelanjutan kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Limpahan kasih sayang itu ternyata membuat Sang Gagak pongah dan congkak. Satu demi satu burung termasuk Hulubalang Langit disingkirkan. Hanyalah Nuri yang bisa berkawan dengan Si Gagak.
Serombongan Elang atau Hulubalang Langit kemudian memindahkan sarang mereka ke bumi, tepatnya di kerimbunan hutan. Atas kehendak Dewata, Hulubalang Langit itu akhirnya menjelma menjadi Ayam Jantan. Meski tak mengangkasa lagi, hidup mereka tenteram sentausa.
Begitulah adanya.
PUPUH EMPAT
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah kelanjutan kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Anehnya, kepergian Hulubalang Langit dianggap angin lalu oleh Baginda Dilangit. Titah Sang Rajawali, Elang-Elang itu dianggap pengkhianat negara. Burung Hantu, sempat mengingatkan Sang Baginda. Namun, Rajawali itu mengabaikan nasihat Burung Hantu yang tak lain Perdana Menteri Langit.
Perdana Menteri Langit tak berkecil hati. Ia mencoba mendekati Sang Gagak. Tapi Gagak tetaplah Gagak. Dia merasa sebagai Pangeran Mahkota, yang kelak mewarisi tahta Kerajaan Dilangit. Terlebih, Sang Rajawali semakin tua, matanya hampir buta pula.
Si Burung Hantu akhirnya memilih menyusul para Hulubalang Langit ke bumi. Bahkan, saking kecewanya, Burung Hantu yang dulunya Perdana Menteri Langit ini tak mau memunculkan diri di siang hari. Di malam hari saja ia mau muncul. Itu pun dengan suara pilu mendalam, hu...hu...hu...
PUPUH LIMA
WAHAI Upik yang belum terlelap, dengarlah akhir kisah gagak ini.
Gak...gak...gak...
Gonjang-ganjing di Kerajaan Dilangit itu akhirnya sampai ke telinga bangsa Nazar, burung pemakan bangkai, musuh Rajawali dan Elang. Mereka segera mengepakkan sayap menuju Kerajaan Dilangit yang tak dijaga lagi oleh para Hulubalang Langit.
Ke mana Sang Nuri? Ternyata bangsa Nuri lari beterbangan begitu armada Nazar memasuki Istana Kerajaan Dilangit.
Dan, bangsa Nazar dengan mudah menaklukkan Kerajaan Dilangit. Si Gagak pun dipatuk hingga mati. Adapun, Sang Rajawali dengan sisa-sisa kekuatannya terbang menjauh menuju ufuk timur. Baginda Dilangit mengira bangsa Elang atau para Hulubalang Langit yang dulunya setia itu berada di sana.
Namun apa hendak dikata, hingga sekarang kabar Sang Rajawali itu tak terdengar lagi. Yang terang, para Ayam Jantan jelmaan Hulubalang Langit itu selalu menunggu kedatangan Sang Surya. Seakan tak bosan, setiap Fajar menjelang, mereka selalu menanyakan hal yang sama. Ke mana gerangan bekas junjungan kami itu pergi? Kukuruyuk...kukuruyuk...kukuruyuk...
Begitulah adanya.
Fabel ini hanyalah pelipur lara, pengantar tidur Si Upik. Bekal Si Upik dewasa kelak bahwasanya saling asih, saling asah, dan saling asuh itu teramat perlu.
Komentar
Posting Komentar