TAPAK BERDERAP (2)

SANG Kembara masih berkarib pucat langit. Rintik-rintik pun tanpa permisi terus menjarumi hampir seluruh tubuhnya. Dia tak peduli dan terus melangkahkan kaki, meninggalkan jejak tapak yang segera terhapus.

Dan saat ini hampir tengah hari, namun sang surya masih mengintip malu di balik mendung. Mendung di langit, mendung di hati, begitulah suasana saat ini.

Sesaat jiwanya menerbang, kemudian melangut, seiring sirnanya zohrah di ufuk timur, indah terkenang memang.

Hanya dalam tiga tarikan napas panjang, ia menghalau kembali resah itu. Sang Kembara menapaki lagi jalan terbentang di muka, kini dengan mencakah. Lurus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)