TAPAK BERDERAP (3)

SEMBURAT jingga seakan hendak memenggal senja ini, seolah pula melambai Sang Kembara yang terus menapaki hari. Hamparan pinus sebentar lagi terjamah, tapi puncak bukit berawan perak itu masih jauh dari pelupuk mata.

Pohon pinus pertama akhirnya terlampaui. Gersak daun dan desau angin lembah pun menyapa hadir Sang Kembara. Bau basah tanah dan bebunga liar di tepi wana ini turut menyambut. Tak jauh tampak kali kecil mengalir tenang hampir tak beriak.

Bening air tersebut menggoda Sang Kembara rehat sejenak. Dia segera membasuh wajahnya sembari melepas dahaga. Bening dan segar air ini seakan menyapu muram.

Setelah segala penat terusir, Sang Kembara segera mengeluarkan bekal makan nan berhana, yakni sepotong dendeng kering tanpa garam. Hambar dan tak kenyang memang, tapi cukuplah. Perjalanan masih jauh.

Tak beberapa lama, mentari menggelincir pulang. Malam pun tiba, Sang Kembara segera menyiapkan pembaringan berupa tumpukan daun pinus kering. Tidak lupa, unggun api kecil dinyalakan pula sembari menjerang air `tuk menyeduh teh.

Hangat teh ternyata menerbitkan kantuk, dia lalu berbaring tanpa ragu. Tak lama Sang Kembara terlelap, berselimut angin dan suara satwa malam, serta berkelambu kelam langit tak berbintang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)