TAPAK BERDERAP (5)

TANJAKAN curam terbentang di depan, derap tapak Sang Kembara pun tak seirama lagi, kadang lamban kadang bergegas, meninggalkan pucuk pinus yang terakhir terlihat. Dan perjalanan ini bukanlah merambati batas waktu penantian, melainkan menuruti kata hati. Suara jiwa yang terabaikan selama ini.

Dan bumi pijakan kali semakin lembek tak lagi berkerikil, lembab malah. Jalanan pun menurun menuju lembah kecil. Mengasolah Sang Kembara. Sebatang kretek tembakau cengkih disulut. Kepulan asap putih pelan-pelan keluar dari kedua lubang hidungnya. Nikmat benar, memang.
Sang Kembara segera membuka ransel, dikeluarkan buku catatan dan penanya. Diam sejenak.
Arakian, pena digoreskan:

Bayangkan, Membayangi Bayang-Bayang

Bayang-bayang kentara lantaran kirana jua
Bayang-bayang pun tak usah dihalau,
karena begitulah adanya:
datang tanpa diundang, pergi tanpa dipinta

Bayang-bayang bukanlah mistar hasrat,
melainkan antara ada tiada:
dekat tapi tak tergapai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)