TAPAK BERDERAP (16)

USAI merapakkan dan melayarkan jelita tirta, Sang Kembara sesaat bergeming kendatipun gelisah merontak. Dan pijakan pun serasa terguncang menahan beban rindu menggumpal. Hingga akhirnya berdiri tak hendak, merangkung begitu jua. Hanyalah sanggup membujur di rebantang pinggir telaga tersebut.

Sejenak berselang, pandangan Kembara kembali tertuju pada jelita tirta. Seroja putih itu kilau-mengilau dengan riak-riak perak sekeliling mencipta bening, sebening kilau gemintang yang senantiasa menghiasi rasian dan menggempur jantung Kembara.

"Wahai penambat hati, dirimu jua penawar gulana kelasah ini. Ah, andai penantian ini `kan bertepi, perit tiada terpemanai ini pastilah polang-paling," lirih Kembara, tak kalah lirih dengan desir angin yang tak jemu mengombak telaga nan teduh ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)