TAPAK BERDERAP (25)

Kala gemintang menebak muram merana

Dan ketika isyarat ini mungkin sulit dimengertimu
Diam bukanlah berarti menepis gulana gemintang, gulana dirimu
Jangan bentangkan sayapmu dahulu dan bukalah mata hatimu
Ini bukanlah bayangan semu diriku, namun nyata jua kehadiranku

Kala gemintang menebak muram merana

Janganlah pejamkan mata, wahai Dewi Kemerlap
Hadirmu senantiasa menghangatkan tapakan ini
Tanah ini pun senantiasa basah oleh hadirmu yang terkadang senyap,
sewaktu terang maupun gelap seperti saat ini

Kala gemintang menebak muram merana

Belenggu itu pun tak nyata benar
Belenggu dari duri nan membentengi bunga liar mewangi di hutan membelukar
Dan bukan belenggu dari patahan sayap-sayapmu yang merekat tanpa disadari benar
Bukan pula bumerang jiwa, hanyalah sinaran nanar

Kala gemintang menebak muram merana

Walaupun demikian, ku tetap hadir
Hadir yang menepis muram merana dirimu
Ku memang memanggil turun dirimu
Dari singasana cahaya dirimu

Dan kenangan kelabu itu memang benar berakhir
Berakhir...


Believe in Love>>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)