TAPAK BERDERAP (27)
SINAR purnama tanpa malu-malu menyibak lebat dedaunan, menerangi langkah Sang Kembara kali ini. Nun di kejauhan garis putih memanjang diiringi nyanyian debur ombak. Kaki pun terhenti seakan hendak merasakan kelembutan pasir berkilauan. Tamparan ombak di ujung karang itu turut menyapa hadir Kelana. Asin air sampai di bibir, dan dibiarkan saja. Tak mengusik hasrat pandangan jauh menyapu sekitar.
Sepandang kemudian tertumpu pada guratan tulisan belum tersapu benar jilatan laut. Tajam mata Kembara menyisir huruf per huruf: "Ku tetap menjadi bagian pantai ini dengan atau tanpa purnama menjadi payungku di malam hari."
Makna yang tak asing lagi, memang. Hanya di mana gerangan empu tulisan ini yang senantiasa risau...menanti purnama hati. Ah, akhirilah sudah kerisauan itu. Dan rasakan kehadiran diri ini...
SINAR purnama tanpa malu-malu menyibak lebat dedaunan, menerangi langkah Sang Kembara kali ini. Nun di kejauhan garis putih memanjang diiringi nyanyian debur ombak. Kaki pun terhenti seakan hendak merasakan kelembutan pasir berkilauan. Tamparan ombak di ujung karang itu turut menyapa hadir Kelana. Asin air sampai di bibir, dan dibiarkan saja. Tak mengusik hasrat pandangan jauh menyapu sekitar.
Sepandang kemudian tertumpu pada guratan tulisan belum tersapu benar jilatan laut. Tajam mata Kembara menyisir huruf per huruf: "Ku tetap menjadi bagian pantai ini dengan atau tanpa purnama menjadi payungku di malam hari."
Makna yang tak asing lagi, memang. Hanya di mana gerangan empu tulisan ini yang senantiasa risau...menanti purnama hati. Ah, akhirilah sudah kerisauan itu. Dan rasakan kehadiran diri ini...
Komentar
Posting Komentar