TAPAK BERDERAP (29)
MALAM ini langit tak berbintang lagi, hanya pendar titik pelita perahu nelayan nun kejauhan di laut lepas menghitam. Dan hanyalah suara ombak menampar keras ujung karang yang terdengar, seakan ingin mengalahkan kelam saat kaki Kembara melanjutkan perjalanan. Perjalanan malam ini.
Dingin menusuk tak terlalu dirasakan. Selangkah demi selangkah hingga tak terbilang lagi dalam remang nyaris gulita ini. Gulita langit tak berbintang kali ini, tak cukup menyuramkan hati ini. Sesuatu yang wajar. Sewajar keadaan alam saat itu, saat ini, atau mendatang.
Terlebih perjalanan telah jauh. Tepi bertemu ujung, ujung bertemu tepi lagi. Hamparan padang gersang terlampaui. Pun demikian telaga nan tenang di pedalaman belukar sana. Itu semua sudah dilewati. Begitu pula panjang pantai ini.
Biarlah pinus itu meranggas lantaran kemarau berkepanjangan. Biarlah teratai tenggelam di telaga. Dan biarkan pula, ombak berubah ganas seganas samudera diamuk badai. Demikian pula bila gemintang menyembunyikan cahayanya. Itu semua wajar, sangat wajar dalam kehidupan ini. Silih berganti, Sang Kembara pun memahami benar akan hal ini.
MALAM ini langit tak berbintang lagi, hanya pendar titik pelita perahu nelayan nun kejauhan di laut lepas menghitam. Dan hanyalah suara ombak menampar keras ujung karang yang terdengar, seakan ingin mengalahkan kelam saat kaki Kembara melanjutkan perjalanan. Perjalanan malam ini.
Dingin menusuk tak terlalu dirasakan. Selangkah demi selangkah hingga tak terbilang lagi dalam remang nyaris gulita ini. Gulita langit tak berbintang kali ini, tak cukup menyuramkan hati ini. Sesuatu yang wajar. Sewajar keadaan alam saat itu, saat ini, atau mendatang.
Terlebih perjalanan telah jauh. Tepi bertemu ujung, ujung bertemu tepi lagi. Hamparan padang gersang terlampaui. Pun demikian telaga nan tenang di pedalaman belukar sana. Itu semua sudah dilewati. Begitu pula panjang pantai ini.
Biarlah pinus itu meranggas lantaran kemarau berkepanjangan. Biarlah teratai tenggelam di telaga. Dan biarkan pula, ombak berubah ganas seganas samudera diamuk badai. Demikian pula bila gemintang menyembunyikan cahayanya. Itu semua wajar, sangat wajar dalam kehidupan ini. Silih berganti, Sang Kembara pun memahami benar akan hal ini.
Komentar
Posting Komentar