TAPAK BERDERAP (33)

SANG Kembara kembali menuju telaga nan teduh itu. Sepanjang jalan, rinai hujan merintik lembut menyapa kerinduan hatinya akan telaga damai. Seiring dengan senandung puisi:

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
(*)

Tapak Kembara pun menginjak tepian telaga. Sang telaga pun seakan berbisik lembut:

Akulah si telaga: berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
-- perahumu biar aku yang menjaganya
(**)

Kelopak padma putih nan suci itu pun merekah perlahan, menyambut kehadiran Sang Kembara.


(*) (Hujan Bulan Juni, Becoming Dew, Sapardi Djoko Damono, 1989)
(**) (Akulah Si Telaga, Perahu Kertas: Kumpulan Sajak, 1982, Sapardi Djoko Damono)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)