FILE INTELIJEN ITU DI-UPDATE?

BILA masih hidup, tokoh intelijen yang paling ditakuti di Indonesia Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Ali Moertopo, mungkin tersenyum lebar. Dan, boleh jadi, wajah mantan Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI dan bekas Asisten Pribadi Soeharto ini kian berseri-seri. Maklum, tiga tahun terakhir, sebagian media massa nasional maupun asing saling berebut menurunkan laporan soal Jamaah Islamiyah. Dahsyatnya, organisasi yang masuk daftar hitam Perserikatan Bangsa-Bangsa ini dituding sebagai jaringan teroris Al-Qaeda di Asia Tenggara. Lebih dahsyat lagi, JI disebut-sebut mendambakan mendirikan Daulah Islamiyah Nusantara Raya yang meliputi sebagian besar wilayah Asteng.

Perkembangan terkini, puluhan anggota JI berhasil ditangkap secara berturut-turut di Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Tuduhan pun tak main-main. Mereka yang terdiri dari berbagai kelompok itu didakwa mengotaki berbagai peledakan bom dan rencana makar di sejumlah negara. Sebut saja, serangkaian pengeboman di Bali 12 Oktober 2002 dan Kasus Bom Malam Natal 2000 di Indonesia. Dan, perhatian dunia pun menoleh ke Pulau Dewata. Maklum, sejak pertengahan Mei silam, Pengadilan Negeri Denpasar, menyidangkan perkara trio Tenggulun--Amrozi, Ali Imron, dan Ali Gufron--beserta rekan-rekan mereka yang didakwa sebagai pelaku Tragedi Bali.

Selain di Denpasar, jutaan pasang mata internasional juga menoleh ke Jakarta. Di Ibu Kota RI, majelis hakim juga menyidangkan perkara makar Amir Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba`asyir. Tuduhan yang dialamatkan kepada pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo, Jawa Tengah, ini pun tak main-main. Dia didakwa merencanakan makar terhadap pemerintah RI yang sah dengan berbagai aksi teroris di Tanah Air. Ba`asyir disebut pula bersama Abdullah Sungkar mendirikan JI di Malaysia, sekitar tahun 1980-an. Lantaran itulah, hingga kini, dua tokoh tersebut dianggap sebagai pimpinan tertinggi JI.

Pemerintah Indonesia dan Polri memang tak main-main dengan ulah terorisme. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir, peledakan bom kerap mengguncang sejumlah wilayah di Tanah Air. Untuk itu, pemerintah juga telah mengesahkan dua buah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Terorisme. Jeratan hukum buat pengebom atau pelaku terorisme lainnya di Indonesia, memang menyeramkan. Bila terbukti bersalah, mereka bakal menghadapi regu tembak.

Semua tudingan terhadap JI itu sempat menimbulkan pro-kontra di antara berbagai kalangan di Indonesia, meski tak gencar diekspos pers. Di satu sisi, sejumlah orang terutama yang dekat dengan kalangan pemerintahan mengatakan sepak terjang JI memang nyata. Sedangkan pihak lain menilai JI hanyalah suatu wacana atau antara ada dan tiada. Pihak kontra juga menilai tudingan JI terlibat adalah upaya mengambil hati Gedung Putih yang tengah giat-giatnya mengkampanyekan perang terhadap terorisme global. Seperti diketahui, lonceng perang terhadap terorisme digaungkan sejak Tragedi World Trade Center 11 September 2001.

Itu semua memang membingungkan, terutama bagi yang awam dunia intelijen Indonesia yang masih berkiblat ke Negeri Paman Sam. Cakupan spionase bukan hanya memata-matai atau mencuri dokumen rahasia suatu negara, mereka juga menciptakan sejumlah rekayasa intelijen untuk mendukung suatu politik yang akan atau tengah diwujudkan. Nah, buat urusan intelijen, sepak terjang Ali Moertopo dari 1965 hingga awal 1980-an memang sempat dianjungi jempol pihak Washington. Tentunya, disesuaikan dengan situasi dunia saat Perang Dingin. Jelasnya, AS membutuhkan keutuhan Indonesia meski diperintah rezim militer [bahasa halusnya Orde Baru--Red] buat meredam pengaruh komunisme di Asteng.

Dengan restu tak langsung dari AS inilah, Ali Moertopo bersama Operasi Khusus-nya kemudian merekayasa soal Jamaah Islamiyah struktural alias Komando Jihad pada era 1970-an. Organisasi tanpa bentuk ini sengaja dimunculkan buat mematikan gerakan Islam radikal sekaligus mengebiri partai politik beraliran Islam di Indonesia. Hasilnya, puluhan tokoh Islam garis keras beserta para pengikut mereka ditangkap, dipenjara, dan dihukum mati. Penuturan itu semua berdasarkan keterangan sejumlah tokoh Islam garis keras yang mengaku sempat terjebak permainan kotor Moertopo.

Kiat sukses pendiri Central Strategic and International Studies (CSIS) itulah yang "konon" [maaf, pemakaian kata ini pun disesuaikan dengan dunia intelijen yang penuh kemisteriusan--Red] menginspirasi para intelektual tukang atau pemikir strategi global di AS. Soalnya, sebagian kelompok elite Negeri Adidaya satu-satunya di dunia ini beranggapan Islam adalah musuh utama peradaban Kapitalis setelah negara komunis Uni Sovyet pecah berantakan.

Bagaimana cara menghadapi Islam? Begitulah mungkin pertanyaan yang memenuhi benak para pemikir Negeri Kapitalis. Apalagi, kebangkitan Islam mulai terasa di berbagai Dunia Ketiga, termasuk AS dan Benua Eropa. Wacana kemungkinan perbenturan peradaban Islam dan Barat memang sempat mereda. Namun, sentimen anti-Islam mulai mencuat [Kalau tak boleh dibilang sengaja dimunculkan--Red] menyusul Tragedi WTC. Berturut-turut setelah itu, Perang Afghanistan dan Perang Teluk Jilid Kedua. Perang Afghanistan jelas tak efektif, kebencian terhadap arogansi AS kian menjadi. Termasuk invasi ke Negeri 1001 Malam yang mengundang kecaman publik dunia, termasuk di AS sendiri.

Meski rekayasa di Afghanistan dan Irak hampir berantakan, Pentagon dan Gedung Putih konon masih berharap skenario di Asteng berhasil guna. Bukan apa-apa, soalnya negara-negara di wilayah itu terutama Indonesia mempunyai sejarah pergerakan separatis dan Islam yang kuat. Hampir setiap dekade, ada saja kelompok yang mencoba mendirikan negara berdasarkan falsafah mereka.

Suatu model rekayasa intelijen memang harus diujicobakan di suatu wilayah yang mempunyai beragam potensi konflik seperti Asteng. Konon pula, para peneliti tukang maupun pemikir strategi AS tak repot-repot mencari bentuk rekayasa. Toh, file-file berisi laporan pengamatan dan hasil operasi intelijen terhadap golongan Islam garis keras di Indonesia masih bisa dibuka kembali. Dengan kata lain: "Teori usang pun jadi asalkan sudah teruji. Bila ada kekurangan tinggal diperbaiki saja".(ANS/Hipotesis dari berbagai sumber)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)