SEBEL... SEBEL...

BELAKANGAN ini, cuap-cuap diobral di berbagai media massa, cetak maupun elektronik. Secara tersurat atau tersirat, kelompok-kelompok kekuatan politik berlomba saling menjatuhkan grup yang dianggap tak sepaham. Terlebih, beberapa bulan mendatang, Indonesia bakal menghadapi Pemilu 2004. Pertarungan politik yang notabene membutuhkan energi lumayan besar. Sayangnya, semua kelompok itu menganggap mereka-lah yang paling menentukan nasib bangsa mendatang.

Apapun bisa menjadi kancah pertarungan. Soal terorisme, misalnya. Semua seperti kebakaran jenggot menghadapi rentetan pengeboman yang seakan tak kunjung padam di Tanah Air. Silang pendapat pun bermunculan di semua media massa. Tak aneh, soalnya banyak kelompok kepentingan di Indonesia yang saling beradu kekuatan baik terbuka maupun terselubung. Entah itu namanya neo-Orba ataupun neo-Orla, belum lagi bayang-bayang kekuatan militer. Termasuk, tentunya, anasir-anasir asing yang menimbulkan pertanyaan besar. Apakah Indonesia menjadi ajang permainan sejumlah negara?

Padahal, itu semua hanyalah retorika. Dengan kata lain, bagi yang berpikir secara jernih, pertarungan itu sekadar memperebutkan hegemoni kekuasaan belaka. Itu semua tak ada artinya. Apalagi Indonesia masih tetap terpuruk atau belum bangkit dari krisis multidimensional. "Bangsa yang Sunyi" atau "Malu Menjadi Orang Indonesia", begitulah sejumlah pemerhati sempat mengomentari keadaan sekarang. Reformasi mandek, mungkin. Sedangkan utang Indonesia masih menumpuk. Tak kira-kira memang, sekitar Rp 1,2 bilyun. Siapa yang menanggung itu semua? Lagi-lagi rakyat!(ANS/Celoteh Malam Hari)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)