Kembalinya Raja Panggung Rock
(Suatu Pengamatan dan Opini Kecil)


DUA medley lagu dari Gong 2000 langsung menghentak panggung kira-kira seluas lapangan basket di ujung plaza timur Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Irama Bla Bla Bla dan Kepada Perang memang lumayan cepat, namun itu semua akhirnya dituntaskan God Bless. Memang, sempat ada gangguan kecil ketika pedal gitar listrik Ian Antono sedikit macet. Dan usai medley, napas Achmad Albar pun sedikit terengah saat menyapa sekitar seribu penggemarnya dalam konser perhelatan hari jadi sebuah partai politik pada Sabtu (25/8) malam.

Albar yang akrab disapa Iyek itu seperti tak peduli dengan napasnya. Lelaki yang sekarang berusia 61 tahun itu langsung berseru untuk melanjutkan lagu berikutnya. Tanpa bertele-tele memang sang rocker gaek yang malam itu berkaus buntung dan celana serba hitam beserta kalung dog tag-nya. Pun demikian sewaktu hendak melanjutkan lagu keempat.

Para penonton belum banyak memberi aplaus. Mereka menunggu aksi panggung nan prima dari grup rock yang pernah disebut-sebut nomor wahid se-Asia Tenggara itu. Terlebih, dua penampilan terakhir grup yang pertama manggung tahun 1973 itu jauh dari yang diharapkan. Tepatnya sewaktu tampil di panggung terbuka di A Mild Live Soundrenaline 2004, Arena PRJ, Kemayoran, Jakarta Pusat, pertengahan Desember 2004. Begitu pula ketika membuka konser band rock legendaris dunia asal Inggris, Uriah Heep, di Tennis Indoor, Jakarta, pertengahan Februari 2006.

Dalam dua pertunjukan itu, nama besar God Bless memang terselamatkan dengan kekompakan seluruh personelnya yang saling menutupi kelemahan, terutama kemampuan suara sang vokalis. Toh, bagi penggemar lama, khususnya yang pernah menyaksikan masa kegemilangan band "irit album" tersebut, penampilan mereka hanya sekadar bernostalgia. Karena berbanding jauh dengan saat mereka nyaris merajai dunia panggung rock di Tanah Air, sejak era 70-an hingga 90-an. Konser mereka termasuk Gong 2000 mungkin hanya bisa disaingi oleh Iwan Fals dan Kantata Takwa pada akhir 80-an hingga pertengahan 90-an.

Dan kemarin malam, sebagian penggemar boleh jadi khawatir. Kekhawatiran ini memang beralasan jika mengacu usia mereka. Sebut saja Albar yang kelahiran Surabaya, 16 Juli 1946, Ian Antono lahir di Malang, 29 Oktober 1950, Abadi Soesman wong Solo lahir 3 Januari 1949, dan Donny Fatah asli Makassar lahir 24 September 1949. Pun demikian Yaya Moektio yang tak lain penggebuk drum Gong 2000 dan Cockpit--band imitator Genesis era 80-an.

Panggung memang belum panas meski dua band pembuka, Gallagasi dan Jet Liar, terutama Jet Liar yang sempat menaikkan suhu panggung dengan raungan kencang musik cadasnya. Namun, tanda-tanda ketidaksabaran penonton menunggu penampilan maksimal God Bless akhirnya terjawab.

Lima lagu dari Gong 2000 dan album Raksasa yang cukup kencang ibarat pemanasan bagi mereka. Begitu masuk lagu Musisi, Kehidupan, dan Menjilat Matahari, suara Albar mulai dapat menyesuaikan dengan permainan empat rekannya. Suara Albar memang ibarat mesin diesel, baru bagus setelah melewati lima lagu. Entah disengaja atau tidak? Yang jelas dalam sebuah jumpa pers beberapa hari sebelum konser, Iyek mengatakan bahwa God Bless akan memainkan 15 lagu. Ia pun mengungkapkan mereka bakal mengeluarkan album baru. Sesuatu yang tentunya ditunggu para penggemar, apalagi album terakhir mereka Apa Kabar dirilis pada tahun 1997.

"Yeah...yeah...Kalian masih kuat. Di sini kalian bebas bergoyang, bernyanyi dan berteriak sekeras-kerasnya." Begitulah cara mantan vokalis Clover Leaf (1967-1972) menyapa dan menyemangati penggemarnya untuk terus bergoyang dan bernyanyi bersama. Langit mendung dan desir angin malam di Senayan saat itu memang milik God Bless.

Sepanjang pertunjukan selama hampir satu setengah jam itu, belasan lagu karya sendiri mereka mainkan. Ini tentu berbeda dengan beberapa konser terdahulu yang membawakan sejumlah lagu dari grup luar negeri, semisal Deep Purple dan Beatles. Malam itu tembang unggulan dari lima album mereka, termasuk lagu dari Duo Kribo (duet Achmad Albar bersama Ucok "Aka" Harahap di era 70-an), dimainkan. Kepercayaan diri para personel grup tua yang belasan kali bongkar pasang formasi ini agaknya kembali sedia kala.

Hanya saja di pertengahan penampilan, mereka meminta break untuk mengecek sound keyboard beserta gitar bas, pegangan Abadi Soesman dan Donny Fatah. Sesuatu yang jarang terjadi saat konser maupun tur mereka dalam rentang 80 sampai 90-an. Ketika masalah teknis seperti itu sejak dini terdeteksi para teknisi. Maklumlah, saat puncak kejayaan mereka, sound system berkekuatan hingga puluhan ribu watt bahkan lebih. Misalnya, Tur Raksasa dan Gong 2000 pada era 90-an.

Dari lima personel God Bless, boleh dikatakan penampilan luar biasa ditunjukkan Achmad Albar, Ian Antono, dan Donny Fatah. Sedangkan keseluruhan permainan Abadi Soesman dan Yaya Moektio lumayan mantap. Khusus Abadi Soesman, ia mungkin sedikit terganggu dengan sound keyboard yang kurang maksimal.

Adapun penampilan Albar sangat energik meski sesekali tak kuat lagi merambat nada tinggi. Tapi, teriakannya masih garang terdengar untuk ukuran rocker seusia dia. Stamina tubuhnya pun terlihat bugar. Dan ia sangat atraktif mengayunkan lengan kanan, seakan sebagai pemacu kekuatan suaranya.

Cabikan melodi Ian Antono juga terdengar maksimal. Ia masih mampu bermain secara clear, baik dengan gitar listrik maupun akustik. Begitu pula betotan bas Donny Fatah, terutama sangat dominan ketika memainkan sejumlah lagu yang memang ciptaannya.

Eksistensi God Bless selama lebih dari tiga dekade di blantika musik rock di Tanah Air, memang bukan omong kosong. Hingga saat ini mereka tetap magnet bagi para penggemar, baik lama maupun baru. Ini terbukti sebagian penonton usia muda hafal lagu-lagu lama God Bless. Mereka bahkan merapat di bibir panggung, begitu lagu seperti Semut Hitam, Rumah Kita, dan Dunia Panggung Sandiwara dilantunkan sang rocker berambut kribo.

God Bless juga magnet bagi salah satu partai politik besar. Bahkan, grup lawas itu dianugerahi piagam sebagai Grup Rock Legendaris di Tanah Air dalam acara hari jadi parpol tersebut. Suatu penghargaan yang memang pantas diberikan. Terlebih, Raja Panggung Rock Indonesia itu telah kembali.

Namun ada suatu hal yang menggelitik. Benarkah politikus yang reformis identik dengan rocker yang antikemapanan?(ANS)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)