Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2003
Botol Anggur dan Buih-Buih Puisi TAK ada seorang penyair Wales yang begitu banyak menggugah para penyanyi Inggris, selain Dylan Marlais Thomas. Dia dilahirkan di kota kecil, Swansea, sebelah selatan Wales, Inggris, 27 Oktober 1914 . Ayahnya bernama D.J. Thomas, guru senior Bahasa Inggris di Swansea. Sedangkan ibunya adalah penjahit. Sejak berusia sebelas tahun, Dylan sudah mulai menulis puisi. Sejumlah puisi biasanya dipamerkan ke sejumlah bocah sebayanya ketika berlibur di pertanian milik bibinya. Liburan itulah yang menginsipirasi Dylan menulis sebuah puisi terkenalnya, Bukit Pakis . Ada kebiasaan buruk yang menghinggapi Dylan sejak berumur 15 tahun. Meski masih tergolong remaja, Dylan mulai doyan mencicipi &quotair api&quot. Tak jarang pula, ia mengajak sejumlah rekan sebayanya mabuk-mabukan di sebuah bar di Kota Swansea. Sayangnya, untuk memenuhi kebiasaan buruknya itu, Dylan masih kerap meminta uang dari keluarga atau teman-temannya. Ketika menginjak usia ke-17,
BANGSA KASIHAN KASIHAN bangsa yang mengenakan pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum yang tidak ia panen, dan meminum susu yang ia tidak memerasnya. Kasihan bangsa yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan, dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah. Kasihan bangsa yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya ketika tidur, sementara menyerah padanya ketika bangun. Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan, tidak sesumbar kecuali di reruntuhan, dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada di antara pedang dan landasan. Kasihan bangsa yang negarawannya serigala, filosofnya gentong nasi, dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru. Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi. Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu menghitung tahun-tah
DUNIA LIMA PULUH DELAPAN TAHUN YANG LEWAT (Refleksi Dirgahayu Republik Indonesia) BESOK, sebagian besar rakyat sepenjuru Tanah Air maupun yang berdiam di luar negeri merayakan Independence Day atau hari ulang tahun ke-58 kemerdekaan Republik Indonesia. Sesuai tradisi, perayaan kemerdekaan atau lebih dikenal dengan 17-an itu lebih menonjolkan apel atau upacara bendera. Baik di Istana Merdeka, Jakarta, ataupun sejumlah kelurahan di pelosok Tanah Air. Hari kemerdekaan juga ditandai dengan pemasangan bendera dan umbul-umbul di berbagai sudut, baik di perkampungan maupun jalan protokol di perkotaan. Sedangkan seremonial upacara bendera kerap kali dipenuhi petatah-petitih akan makna kemerdekaan atau mengingat semangat juang Angkatan 1945. Upacara berakhir, pesta maupun lomba pun dimulai. Begitulah tradisi peringatan 17 Agustus 1945 yang berlangsung setiap tahun. Tunggu dulu! Apakah cukup sampai di situ? Kalau boleh berandai-andai, Republik Indonesia mungkin tak ada bila saja Adolf
PETUALANG KESUNYIAN Tatkala... Kesunyian menyinggahi dan merambat jiwa Ku menoleh, menyapa, dan mengaribkannya Ada lorong gulita melambai Ada pula terowongan benderang meredup Simpangan itu menoreh jiwa, menerbitkan angan, serta menggelegakkan hasratku Walau meletup sekalipun, nuraniku membisik akan keselarasan hakiki Hingga melabuhkan kesejatian diri, tanpa berselubung cadar kepalsuan menjebak Bukan. Ku bukan penghayat ataupun filsuf Melainkan petualang kesunyian Insan yang berupaya menapaki kehidupan apa adanya, seperti suara alam *** Menggapai puncak prestasi dan ternama, semua orang mungkin sama, sama-sama menyukainya Tapi, apakah mereka juga sama? Sama-sama menyukai jalan terjal berbatu dan tebing curam yang harus dipanjat untuk sampai ke puncaknya ***
SEBEL... SEBEL... BELAKANGAN ini, cuap-cuap diobral di berbagai media massa, cetak maupun elektronik. Secara tersurat atau tersirat, kelompok-kelompok kekuatan politik berlomba saling menjatuhkan grup yang dianggap tak sepaham. Terlebih, beberapa bulan mendatang, Indonesia bakal menghadapi Pemilu 2004. Pertarungan politik yang notabene membutuhkan energi lumayan besar. Sayangnya, semua kelompok itu menganggap mereka-lah yang paling menentukan nasib bangsa mendatang. Apapun bisa menjadi kancah pertarungan. Soal terorisme, misalnya. Semua seperti kebakaran jenggot menghadapi rentetan pengeboman yang seakan tak kunjung padam di Tanah Air. Silang pendapat pun bermunculan di semua media massa. Tak aneh, soalnya banyak kelompok kepentingan di Indonesia yang saling beradu kekuatan baik terbuka maupun terselubung. Entah itu namanya neo-Orba ataupun neo-Orla, belum lagi bayang-bayang kekuatan militer. Termasuk, tentunya, anasir-anasir asing yang menimbulkan pertanyaan besar. Apakah Indon
BUM... SEPULUH NYAWA PUN MELAYANG Bum... Suara yang disertai getaran kuat terasa di seluruh perkantoran kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (5/8) sekitar pukul 12.30 WIB. Lokasi peledakan bom tepat di depan Hotel JW Marriott, Mega Kuningan. Kaca-kaca berhamburan dan asap hitam tampak mengepul. Bersamaan dengan itu, puluhan pekerja berkemeja necis berhamburan keluar dari Plaza Mutiara. Maklum, setiap siang hari, banyak karyawan yang sarapan di sejumlah restoran di hotel berbintang lima itu dan Plaza Mutiara. Setelah kepekatan asap mulai berkurang, terdengar jerit dan erangan dari puluhan orang yang mengalami luka bakar atau terkena pecahan kaca. Beberapa menit kemudian, sejumlah polisi dan petugas pemadam kebakaran datang ke lokasi. Begitu pula beberapa wartawan media cetak maupun elektronik. Namun, para jurnalis itu tak boleh mendekat. Walau demikian, mereka mencatat paling tidak nyawa sepuluh orang yang seorang di antaranya berkewarganegaraan asing melayang. Tak cuma itu,