Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2006
TAPAK BERDERAP (25) Kala gemintang menebak muram merana Dan ketika isyarat ini mungkin sulit dimengertimu Diam bukanlah berarti menepis gulana gemintang, gulana dirimu Jangan bentangkan sayapmu dahulu dan bukalah mata hatimu Ini bukanlah bayangan semu diriku, namun nyata jua kehadiranku Kala gemintang menebak muram merana Janganlah pejamkan mata, wahai Dewi Kemerlap Hadirmu senantiasa menghangatkan tapakan ini Tanah ini pun senantiasa basah oleh hadirmu yang terkadang senyap, sewaktu terang maupun gelap seperti saat ini Kala gemintang menebak muram merana Belenggu itu pun tak nyata benar Belenggu dari duri nan membentengi bunga liar mewangi di hutan membelukar Dan bukan belenggu dari patahan sayap-sayapmu yang merekat tanpa disadari benar Bukan pula bumerang jiwa, hanyalah sinaran nanar Kala gemintang menebak muram merana Walaupun demikian, ku tetap hadir Hadir yang menepis muram merana dirimu Ku memang memanggil turun dirimu Dari singasana cahaya dirimu Dan kenangan kelabu itu memang
TAPAK BERDERAP (24) SENANDUNG alam pun bersemi dengan nyanyian langit ...Sore tadi surut perlahan-lahan dan bayang-bayang senja merayap satu-satu menjemput bintang-bintang yang diam-diam hadir Ku terpana tiba-tiba bagai dalam mimpi langit luas malam ini penuh lagu Lama aku tercenung angin semilir mengelus rambutku dan air mata meleleh di dalam hatiku, di hatiku Entah kapan peristiwa begini bintang-bintang berbisik bernyanyi di hatiku malam senyap begini kuingin berulang Satu-satu kudatangi kerlip-kerlip ini ratu-ratu kuhampiri dalam sepi langit yang terkembang begini kecil hadirku di sini pesona yang dahsyat menyergap, memukau hatiku, jiwaku Entah kapan peristiwa begini bintang-bintang berbisik bernyanyi di hatiku malam senyap begini bergema penuh lagu... Begitulah Nyanyian Langit Iwan Abdulrachman yang senantiasa menggetarkan Sang Kembara.
TAPAK BERDERAP (23) SEOLAH lamban mengalun dari relung jiwa Sang Kembara, sebuah tembang berjudul Kelana ...Sesejuk bayu, semilir berhembus lembut alunan melodimu berlagu bertebar menyusuri kedamaian yang rawan membuai buana, lewat nada-nada cinta... oh... Semerbak harum, bunga mewangi dalam hamparan kesenduan lagumu terpukau daun perdu seakan menghayati gelora asmara, yang membara dalam hatimu... Jauh dari ujung sana di antara bukit-bukit gersang engkau datang dalam harapan bahagia jalan panjang yang berkelok dan kemelutnya sebuah hati membawamu terhempas dalam sepi Semerbak harum, bunga mewangi dalam hamparan kesenduan lagumu terpukau daun perdu seakan menghayati gelora asmara, yang membara dalam hatimu... Berlagu sendiri... oh... dan merenung dalam sunyi... oh... Tembang lawas yang pernah dilantunkan Hotma Soehartono ini jelas mengombak jiwa Sang Kembara.
TAPAK BERDERAP (22) "Sketsa silam nan kelam itu kini jelas tak tergurat nyata dalam relung jiwa ini. Hanyalah serpihan tersisa yang menunggu serpih terakhir diembus angin." Begitulah cakap Sang Kembara yang senantiasa menanti kehadiran mengisi arti, membuncah kesunyian, dan menyentuh jiwa. Honesty >>
TAPAK BERDERAP (21) PANGGILAN lembut itu menggelisahkan lelap Sang Kembara. Sayup bisikan nun kejauhan di atas, pemilik kerlap cahaya di kelam angkasa, kini semakin jelas dan membangunkannya. Turun dan berpijak dekat pembaringan Kembara. Dia mengenalkan diri sebagai Pemimpi Ulung. "Ruas langkah yang terbelakang sudah tidak dapat lagi kau hitung berbagai tempat dan belukar yang menggapai pundakmu pun tak mampu lagi kau tebas gelap dan terang hanya jalan menuju singasana yang dapat menghentikanmu gelisah hati berjalan sendiri lebih ringan dari beban di pundakmu. Kau kenalkan alam sunyi dengan bekas riuh kota yang hidup Kau iringi puncak tinggi dengan lengking teriakmu Kau bawa serta dukamu di dalam, mengendap Dan walaupun terasa berat, tak akan kau tinggalkan Kau simpan rapi sampai di mana tak ada lagi bukit yang menjulang yang dapat menutup pandanganmu... ...Alam bukan tandingan untukmu melupakan sunyi... melepaskan sendirimu...meninggalkan tapakan-tapakan kasih yang pernah kau rej