Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2006
TAPAK BERDERAP (17) SAMBUR-limbur menggelayuti ujung telaga dengan surai kabut tipisnya. Dan teratai putih itu kini disirami warna keemasan, indah terak memang. Sang Kembara pun takjub. Tak hanya indah dipandang, seroja itu ternyata berkarib senja keemasan. Terpancar semburat keemasan berselang keperakan, tapi penuh kesahajaan seakan malu digapai. Waktu pun bergulir tanpa terasa. Ya, setiap waktu seroja itu penuh cahaya yang senantiasa berganti sesuai pantulan pergantian waktu dan suasana rimba ini. Entah berapa lama, teratai putih kemilau itu terasing di telaga sunyi ini dan hanya disambangi serangga sambil lalu. Juga tempat peneduh ikan-ikan di sana, kala terik surya menerobos kerimbunan pepohonan. Teratai itu benar terasing... Dan, Sang Kembara hendak menemaninya hingga tak mengenal kata jemu dan akhir. * Can`t Fight This Feeling >>
TAPAK BERDERAP (16) USAI merapakkan dan melayarkan jelita tirta, Sang Kembara sesaat bergeming kendatipun gelisah merontak. Dan pijakan pun serasa terguncang menahan beban rindu menggumpal. Hingga akhirnya berdiri tak hendak, merangkung begitu jua. Hanyalah sanggup membujur di rebantang pinggir telaga tersebut. Sejenak berselang, pandangan Kembara kembali tertuju pada jelita tirta. Seroja putih itu kilau-mengilau dengan riak-riak perak sekeliling mencipta bening, sebening kilau gemintang yang senantiasa menghiasi rasian dan menggempur jantung Kembara. "Wahai penambat hati, dirimu jua penawar gulana kelasah ini. Ah, andai penantian ini `kan bertepi, perit tiada terpemanai ini pastilah polang-paling," lirih Kembara, tak kalah lirih dengan desir angin yang tak jemu mengombak telaga nan teduh ini.