Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2006
TAPAK BERDERAP (9) THE long and winding road That leads to your door Will never disappear I’ve seen that road before It always leads me her Lead me to you door The wild and windy night That the rain washed away Has left a pool of tears Crying for the day Why leave me standing here Let me know the way Many times I’ve been alone And many times I’ve cried Any way you’ll never know The many ways I’ve tried But still they lead me back To the long winding road You left me standing here A long long time ago Don’t leave me waiting here Lead me to your door But still they lead me back To the long winding road You left me standing here A long long time ago Don’t leave me waiting here Lead me to your door Yeah, yeah, yeah, yeah Sebuah lagu lama dari The Beatles itu mengiringi langkah Sang Kembara kali ini...
TAPAK BERDERAP (8) JALANAN terbiar di belakang, beriring senarai alam. Senarai yang mengisi relung hati penuh kelembutan, membenteras pilu tak perlu ini. Terlebih saat mengingat tulisan itu. Tulisan yang mengatakan bila hati telah terpaut, cukuplah kiranya "tatapan mata" walau hanya dibatasi ruang dan waktu. Jenuh pertemuan maya ini pun berujung percakapan hati tanpa kata-kata. Dan, ini semua malah berarti.
"PEMBACA AWAM" ITU T'LAH PERGI (HABIS) DAN sepuluh tahun terakhir ini, cukuplah kiranya mengenal siapa sebenarnya sosok lelaki berkepala plontos serta bertangan kidal tersebut "Orang Awam" Itu Telah Pergi . Boleh dibilang, perjalanan hidupnya cukup beragam. Sebelum menggeluti dunia kewartawanan, ia pernah bekerja di berbagai bidang. Menjadi pengemudi truk kontainer di Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara hingga sopir pribadi ekspatriat pun pernah dilakoninya. Memang, banyak orang yang tak mengetahuinya. Beragam bidang pekerjaan yang pernah digelutinya, berwarna pula kehidupannya. Boleh dikatakan abu-abu, tidak putih tidak pula hitam. Begitulah kira-kira meski pada akhirnya aku tak mau ambil pusing. Dengan kata lain, pekerjaan tak perlu dikaitkan dengan urusan pribadi. Nah, berkaitan dengan urusan pekerjaan, dia bisa berlaku sebagai kawan sekaligus musuh. Tak ada pujian yang meluncur langsung dari mulutnya bila pekerjaan kita dipuji orang lain. Sebaliknya, kesal
In Memoriam: "PEMBACA AWAM" ITU T'LAH PERGI (1) KAWAN sekaligus musuh itu telah pergi. * Tiada pesan terakhir darinya, dan begitu mendadak. Yang jelas, berita duka itu memuramkan pagi di salah satu ruang kerja sebuah gedung bertingkat 12 di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Ya, pagi itu sangatlah muram. Pun demikian siang dan malamnya, serba muram. Muram yang sebenarnya sulit dituliskan. Jujur saja, butuh hampir dua hari memulai tulisan kecil ini. Sebuah obituari kecil, sekadar mengucapkan selamat jalan kepada Achijar Abbas Ibrahim, kawan sekaligus musuh. Adapun perkenalan pertama dengannya adalah sekitar awal tahun 1995, saat diriku hendak merampungkan penelitian skripsi. Dan dialah yang memberikan sejumlah nomor telepon sejumlah wartawan senior guna kepentingan tugas akhirku yang mengambil tema "Kebijakan Pers Orde Baru". Boleh dikatakan, Om--begitu aku dan teman-temanku menyebut dirinya--adalah orang Tempo pertama yang kukenal dengan dekat. Ketika itu, a
TAPAK BERDERAP (7) MALAM pun menyingkir seiring terdengar kokok ayam hutan di ujung lembah sana. Tak terasa pagi t'lah tiba. Renai hujan pun seolah membentuk tirai bening, menyibak keheningan pagi ini yang terlintup suram. Separuh lingkar bianglala penuh kemilau warna pun menyembul di ujung lubuk tepi hutan ini. Gerimis mulai berhenti. Arkian, walau tanah masih rambah, Sang Kembara merempuh lagi setapak ini. Belantara belum sepenuhnya terjamah telapak Sang Kembara. Rimba kelana ini belum berujung.