2 X HECTIC dari Negeri Ratu Elizabeth



Sepanjang rutinitas saya sebagai kuli tinta/tukang keker kamera/kuli disket/kuli gawai dalam 3 dekade terakhir, ada beberapa kondisi Hectic atau sibuk sekali. Sampai-sampai nyaris lupa ngopi, hehehe...
Kondisi hectic akibat peristiwa nasional ataupun domestik sebut saja dalam rentang 1996-1998, mulai dari rangkaian dan ekses "Kudatuli" (Kerusuhan 27 Juli 1996), kericuhan saat Pemilu 1997 hingga rangkaian huru-hara dan reformasi Mei 1998.
Boleh dibilang saat itu, jam tidur saya dalam hitungan hari cuma 1-2 jam belaka, bahkan terkadang bisa melek hingga 2 hari penuh. Semua itu, ya itu tadi, gara-gara hectic.
Kala itu, bisa dikatakan, medan peliputan di lapangan penuh marabahaya. Nekat tanpa perhitungan bisa terdampak gas air mata, pentungan hingga peluru karet. Namun soal membaca situasi di lapangan sebelum kaos terjadi saya pernah dapat "ilmu" dari wartawan senior dekade 60 dan 70-an.
Tips dari "Abang Senior"
"Dik, kalau kita sedang menghadapi kondisi sebelum kaos, terutama ketika berada di tengah antara aparat keamanan dan perusuh atau demonstran beringas, coba dekati komandan aparat lapangan. Tegur sapalah dulu, basa-basi atau tawarkan rokok," ucap si abang keukeuh menjuluki dirinya sebagai kuli tinta tersebut.
"Benar bang, kita harus bersikap seperti itu?" tanyaku saat itu. "Bah, kau tak percaya. Buktikan saja sendiri!" balasnya saat itu dengan logat khas Sumatra-nya.
Ternyata tips si "abang senior" itu terbukti. Saya "selalu lolos" dalam beberapa peristiwa yang berujung kaos di Jakarta.
Sebut saja demonstrasi berujung rusuh di depan Universitas Trisakti Kampus Grogol, Jakarta Barat, seusai pemakaman pahlawan Reformasi, Elang Mulya Cs, gelombang demonstrasi mahasiswa pada April-Mei 1998, hingga peristiwa Semanggi I-II.
"Wartawan, Jangan Pukul!"
Di salah satu momen tersebut, kalau enggak salah saat peristiwa Semanggi II, di salah satu sisi kolong Jembatan Semanggi, saat itu sudah berkumpul puluhan peliput, baik tukang catat/tukang rekam dan tukang keker kamera.
Setelah sedikit "orientasi medan", saya kembali mempraktikkan "ilmu" si abang. Sejurus kemudian, saya hendak menyalakan rokok dan meminjam korek api gas dari sang komandan lapangan pasukan anti-huru-hara (PHH) yang saat itu bertugas.
Dapat pinjaman korek api, saya lantas menawarkan sebatang rokok kepada sang komandan. Sedikit berbasa-basi, saya kemudian mengobrol dengannya.
Sekitar satu jam kemudian, terjadi kaos. Beberapa tabung gas air mata bahkan menyasar ke kerumunan peliput. Bersamaan dengan itu, para peliput dihalau menjauh. Tak urung, sejumlah peliput terkena pukulan tongkat rotan, termasuk seseorang yang memakai rompi dengan tulisan sablon di bagian punggung: "Wartawan, Jangan Pukul!"
Padahal, peliput itu hanya berjarak tak sampai semeter dengan saya. Saya dilewati begitu saja. Saya berpikir saat itu, mungkin oknum aparat itu berpikir saya itu kenal dengan sang komandan atau saya mungkin dianggap intel. "Sabodo teuing," pikir saya saat itu.
Lho, lho....kok ini cerita dan celoteh malah ngelantur ke mana-mana ya, hehehehe.... Jauh dari konteks dan judul tulisan di atas. Sekali lagi, maaf pemirsa...
Kembali ke soal Hectic dari Negeri Ratu Elizabeth, begini kisahnya... Eits, masih mau lanjut bacanya, kan? Oke lanjut kakak...
Hectic Pertama
Kala itu, pekan pertama September 1997, kami terdiri dari beberapa reporter junior dan magang, mendapat tugas khusus dari redaktur koran edisi Minggu yang berkantor di bilangan Jakarta Barat --sang redaktur kini menjadi salah satu pemandu talkshow terkenal di salah satu televisi swasta nasional.
Kami diminta membantu menyiapkan bahan untuk laporan utama soal kematian Lady Di atau Putri Diana dari Negeri Elizabeth II alias Britania Raya. Beberapa hari sebelumnya tepatnya pada 31 Agustus 1997, mantan istri Pangeran Charles itu meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan saat berkendara bersama Dodi Al-Fayed.
Pada 6 September 1997, Putri Diana disemayamkan di rumah keluarganya, di Althrop, Northhamptonshire, 120 kilometer barat laut London. Hasil Googling terbaru, ternyata 22 Tahun lalu prosesi pemakamanan Putri Diana yang baru setahun bercerai resmi dengan Pangeran Charles, ditonton miliaran orang sedunia melalui siaran langsung televisi --termasuk kami yang bertugas memantau jarak jauh dari layar kaca.
"Perhatikan suasananya, terutama gestur dan mimik dari keluarga inti Istana Buckingham," wanti-wanti sang redaktur berambut gimbal tersebut. "Siap bang," jawab kami serempak.
Selaku "komandan regu", saya pun membagi tugas. Ada yang mengetik langsung di komputer dengan menatap langsung layar kaca.
Ada yang bertugas di ruangan multimedia Newroom yang dilengkapi sejumlah televisi dengan beragam saluran televisi dari antena parabola. Kondisi saat itu tentu berbeda dengan saat ini yang dimanjakan fasilitas live streaming sejumlah media di beberapa platform media sosial seperti YouTube, Facebook, Instagram, Twitter, dan Tiktok.
Video live streaming bahkan bisa diulang berkali-kali. Berbeda kondisi dengan saat itu, untuk bisa melihat tayangan ulang, paling tidak kita harus memesan terlebih dahulu kepada operator untuk merekam cuplikan atau seluruh siaran televisi dengan perekam video.
Di ruang multimedia, kami saat itu memang sudah bisa surfing atau berselancar di dunia maya, terutama untuk memantau berita pemakaman Putri Diana dari beberapa situs berita media internasional. Hanya saja, kami hanya bisa menerima print out dari berita yang dimaksud. Lain dengan saat ini yang cukup browsing melalui gawai ataupun laptop atau komputer jinjing dan menyalin langsung berita dimaksud.
Pun demikian dengan meriset bahan tulisan, kami hanya bisa meriset langsung di ruang perpustakaan yang mengoleksi kliping sejumlah koran dan majalah yang bisa dicatat ulang atau difotokopi. Sedangkan untuk data lebih mendalam, kami bisa menerima print out dari server langganan Pusat Informasi Kompas maupun Antara.
Betul-betul membutuhkan upaya, ketelitian, dan kesabaran untuk mengolah data agar artikel berita lebih bernas dan mendalam. Adapun saat ini cukup dengan copy paste atau menyalin dan menempel di file tulisan di laptop ataupun gawai, tentunya tak lupa harus menyertakan sumber yang dikutip.
Ya, memang kemajuan teknologi informasi dan internet, serta perangkat komunikasi memudahkan kerja seorang kuli gawai saat ini. Tinggal klik dan sentuh layar gawai, maka informasi dan video apa pun segera tersaji di hadapan kita.
Walaupun fasilitas belum secanggih saat ini, kami tetap bekerja dengan riang gembira, terutama untuk merehatkan otak dan merenggangkan otot yang kaku, karena fokus dan konsentrasi dalam bekerja.
Tentu saja memiliki rekan kerja yang gercep alias gerak cepat kata anak generasi Z, sangat membantu. Bandingkan bila kita memiliki rekan kerja yang lelet dan bekerja serampangan, tentu cukup melelahkan otak dan hati.
Dengan melewati berbagai tempaan bak di kawah candra dimuka, terbukti di kemudian hari hingga kini, sebagian besar dari kami masih bertahan di dunia yang sama meski tentunya dengan peruntungan masing-masing. Dengan prinsip senantiasa menjaga kredibilitas dan setia terhadap profesi.
Hectic Kedua
Hectic kedua adalah saat ini, ketika saya sudah melalui beberapa fase perkembangan media massa. Sekitar 20 tahun lampau, saya memang memilih bekerja di salah satu media online yang bersinergi dan berkonvergensi dengan salah satu televisi swasta nasional. Sebab, saya ketika itu mencoba berkompromi dengan tantangan zaman. Media online adalah masa depan, bahkan saat ini bila tidak bisa kreatif dan cerdas, media online bisa saja dilibas dengan pesatnya dominasi netizen atau warganet di berbagai platform media sosial.
"Maha Benar Netijen dengan Segala komentarnya"
Bukan hanya soal kecepatan pemberitaan, akurasi, keberimbangan, hingga cek fakta sangat diperlukan agar media tetap dijadikan rujukan publik. Salah sedikit, caci-maki dan hasutan netizen pun keluar. Bahkan, tak mengherankan bila kemudian muncul suatu sindiran halus, yakni "Maha Benar Netijen dengan segala komentarnya." Entah siapa yang pertama menganologikannya?
Sejak Kamis 8 September 2022, sore WIB, kabar sakit kerasnya Ratu Elizabeth II mulai santer diberitakan media dan komentar di media sosial. Secara insting, saya pun bersiap untuk kembali dalam kondisi hectic seperti yang sudah-sudah.
Perbedaan waktu di dunia membuat suatu berita besar atau Breaking News kerap terjadi bertepatan dengan di luar waktu kerja di indonesia. Pun demikian saat Ratu Inggris Elizabeth II meninggal dunia di Kastil Balmoral, Skotlandia, Kamis 8 September 2022 sekitar pukul 18.30 waktu setempat atau Jumat (9/9/2022) pukul 00.30 WIB.
Saya sempat stand by di depan laptop hingga Jumat (9/9/2022) pukul 00.05 WIB. Setelah menunaikan tugas terakhir, saya beranjak ke peraduan lantaran tak kuat lagi menahan kantuk dan penat.
Benar saja, ternyata berselang sekitar 30 menit setelah saya tidur, berita Ratu Elizabeth II meninggal telah menjadi trending topic atau topik populer di berbagai media sosial.
Hectic Kedua dari Negeri Ratu Elizbeth pun dimulai. Sat..set, saya pun mulai bekerja, terutama mengirim beragam push notif berisi link berita besar tersebut ke media sosial dengan selang waktu sekitar 5-10 menit dalam dua jam pertama.
Selanjutnya, salah satu rekan kerja men-japri atau mengirim pesan melalui aplikasi perbincangan singkat di telepon seluler alias ponsel. Ia menawarkan bantuan menggantikan tugas supaya saya bisa sedikit rehat setelah mengalami hectic.
Sat...set, saya pun jadi punya waktu mengumpulkan data untuk membuat beberapa slide Infografis. Apalagi, Infografis saat ini menjadi salah satu kekuatan media online untuk tetap eksis di medsos. Selain tentunya, keberagaman berita dan artikel, serta video dan galeri foto.
Begitulah, kemajuan teknologi memang terkadang memanjakan sekaligus bisa membuat terlena dan mengganggu. Terutama bagi seseorang kuli gawai yang mungkin tergoda asyik ber-medsos ria dan memutar suatu video hiburan saat mengerjakan tugas.
(ANS/Celoteh Anak Bangsa dan Introspeksi Diri Sendiri)
Link ini cuma untuk penguat bukti kondisi hectic saya yang kedua dari Negeri Ratu Elizabeth, cekidot...
* Arti Hectic dalam bahasa gaul anak Tiktok zaman now, yaitu kondisi di mana dia sedang dalam keadaan sibuk, super padat, dan terkesan banyak aktivitas.
** kredit Foto: AP Photo & Kolase, Infografis: Trie Yas

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)