MELEPAS KOLEKSIAN, MELEPAS KENANGAN (BAGIAN 1)

 


SIANG itu pada Rabu pekan awal Oktober 2023, satu per satu kardus kecil berisikan rilisan fisik rekaman atau album musik dalam format kaset pita berpindah ke mobil boks. Lebih kurang 4 ribu kaset pita analog berbagai genre baik musik Indonesia maupun barat/asing siap diberangkatkan menuju kediaman "majikan baru".

Serombongan ada vinyl atau piringan hitam (PH), yakni format 33 ⅓ rpm dan 45 rpm. Total ada 239 PH, baik ada cover maupun tanpa cover.

Itu termasuk kurang lebih 100 keping cakram padat (CD/VCD/DVD) original. Sebagian lainnya berupa keping cakram padat hasil ripping dan download sebagai backup (cadangan untuk diputar sehari-hari agar koleksi tetap awet).

...

Dengar laraku

Suara hati ini memanggil namamu

Kar'na separuh aku

Menyentuh laramu...

Semua lukamu t'lah menjadi lirihku...

Kar'na separuh aku

Dirimu...

Sayup-sayup alunan sepenggal lirik Separuh Aku yang dilantunkan Nazril Irham a.k.a. (also known as) Ariel sang vokalis Noah band terdengar dari kediaman tetangga. Seakan melepas "separuh aku" alias ribuan koleksi rilisan fisik.



















Fokus Pemulihan Kesehatan

Bukan tak sebab, keputusan melepas "separuh aku" ini. Saya ingin lebih fokus untuk pemulihan kesehatan dan kesembuhan sediakala pasca-stroke kedua.

Kasihan "mereka"! Semenjak saya terkena serangan pertama stroke pada September 2018, "mereka" berikut berbagai perangkat pemutarnya mulai terabaikan.

Terlebih, saat saya sekeluarga memutuskan pindah kediaman dari bilangan Lenteng Agung ke kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Desember 2018. Sebagian dari "mereka' tertata rapi di rak besi siku, sedangkan yang lain terpaksa "menginap" di kardus.

Selanjutnya, status pandemi Covid-19 mulai berlaku di Indonesia sejak Maret 2020, sehingga membuat saya work from home. Namun, bekerja dari rumah tak membuat saya tergerak untuk "membangunkan mereka semua".

Work from home justru membuat saya sibuk dan lebih hectic. Padahal, biasanya, "mereka" selama ini senantiasa menemani rutinitas kerja saya yang acapkali hectic. Akhirnya, terlalu sibuk dan tak pernah olah raga justru mengakibatkan saya terkena serangan kedua stroke pada Oktober 2022.

Kini, sudah setahun saya menjalani proses pemulihan kesehatan. Dan seperti sudah dikemukakan sebelumnya, saya memutuskan melepas "mereka" demi fokus pemulihan kesehatan sediakala. Kendati, ibaratnya melepas koleksian, berarti melepas kenangan. Tapi, sudahlah...


Rombongan Terakhir



Boleh dibilang, "mereka" adalah rombongan terakhir dari total sekitar 20.000 kaset pita dan kurang lebih 300 piringan hitam yang pernah saya koleksi. Sebagian besar sudah dilepas saat saya buka lapak offline maupun online dalam rentang tahun 2008 hingga 2017. Tapi rombongan terakhir inilah yang termasuk koleksi unggulan dan terfavorit.

Selama jual-beli rilisan fisik, banyak album penyanyi maupun band unggulan Indonesia dan Barat/Asing pernah saya punya ataupun dikoleksi.

Sebut saja Guruh Gipsy, AKA, SAS, The Rollies, Duo Kribo, Godbless, Leo Kristi, Harry Roesli, Koes Plus dan Koes Bersaudara, Chrisye, Jockie Soerjo Prajogo, Fariz RM, Ikang Fawzi, Iwan Fals, Franky & Jane, Ebiet G Ade, Slank, hingga Rhoma Irama & Soneta Grup. Termasuk album lawas seriosa, keroncong, orkes melayu & dangdut lawas, album indie, dan lain-lain. 


Dan musik Barat/Asing semua genre termasuk turunannya, mulai dari klasik, jazz, blues, rock n roll, R&B, pop, rock, folk, gospel, latin/hispanik, country/western country, dan disco.

Hingga, classic rock, progressive rock, pop rock, jazz rock, fusion jazz, funk, soul, hard rock, hair band, glam metal, heavy metal, speed metal, thrash metal, death/black metal, alternative rock, techno pop, new wave, electronic pop rock, punk rock, under ground, break dance, boy band, rap, dan hip hop.

Termasuk koleksi lengkap "wajib" punya generasi Baby Boomers dan X, yakni The Beatles, The Rolling Stones, Led Zeppelin, Deep Purple, Yess, Rush, Chicago, Genesis, dan banyak lainnya. Terutama band-band classic rock maupun hard rock/hair band/heavy metal/glam metal.



Limited Edition Generation

Boleh dikatakan pula saya termasuk beruntung masuk kategori "limited edition generation" atau generasi edisi terbatas. Betapa tidak? Sebagian besar dari kami yang kelahiran 1965-1980 atau populer disebut Generasi X melintasi transisi alih teknologi. Sebut saja mulai dari era radio ke televisi hingga internet.

Selain itu, kami mengalami transisi perkembangan perangkat pendengar musik dari gramaphone atau turntable (pemutar vynil atau piringan hitam) menuju tape deck atau compo pemutar pita kaset. Kami pun mengalami masa-masa indah menggunakan pemutar/pendengar musik yang bisa dibawa-bawa seperti walkman (pemutar pita kaset), discman (pemutar compact disc/CD), pemutar Mp3, hingga iPod (penyimpan file audio/musik).

Kami pun terbiasa merekam lagu dengan berbagai perkembangan teknologinya. Misalnya, merekam lagu dari tape deck ke deck, merekam lagu dari siaran radio (via tape deck, boombox atau mini compo). Memesan lagu pilihan dari radio dan toko kaset tertentu, hingga memesan dari pedagang kaset pita kawasan Jalan Kenari, Salemba, Jakarta Pusat.

Termasuk kemudian, sesuai kemajuan teknologi, kami terbiasa memindah file musik di handphone/telepon seluler/ponsel melalui infrared dan bluetooth. Serta, me-ripping (menyalin) lagu dari pita kaset atau konten CD ke komputer atau laptop. Tak tertinggal, me-download atau mengunduh file musik dari internet maupun YouTube.

Namun, sebagai catatan yang perlu menjadi perhatian, aktivitas me-ripping ataupun me-download hanya sebatas backup atau cadangan agar koleksi rilisan fisik tetap awet terjaga. Sebab, bila memperjualbelikan atau dikomersialkan, sama saja dengan membajak dan melanggar hak cipta.


Kolektor Sejak TK

Boleh dibilang, saya sudah mulai mendengarkan lagu ataupun musik, bahkan mengoleksi kaset pita sejak duduk di bangku sekolah taman kanak-kanak pada 1975. Seperti Chicha Koesmoyo, Adi Bing Slamet, Sari Yok Koeswoyo, Bobby Sandhora, dan Yoan Tanamal.

Adapun saat menjadi murid sekolah dasar, saya mulai mengoleksi kaset pita, terutama dari pemberian om dan tante dari keluarga ibu yang memang menggemari musik. Terutama operet anak dan sanggar cerita seperti Cinderela, Pinokio, dan Jenderal Kancil.


Radio, TVRI, Pentas Seni hingga Nonton Video

Kala duduk di bangku sekolah menengah pertama, saya kemudian sering mendengarkan lagu-lagu yang disiarkan sejumlah stasiun radio. Termasuk, tayangan hiburan musik di TVRI yang notabene stasiun televisi satu-satunya saat itu di Indonesia.

Maklum, saat dekade 1980-an, belum ada saluran televisi MTV. Terlebih, YouTube di internet dan Spotfy di aplikasi telepon seluler seperti zaman now.

Selain itu, saat SMP, saya kerap menonton berbagai video klip maupun konser sejumlah penyanyi ataupun band luar negeri melalui format kaset video Betamax dan VHS (Video Home System) yang dipinjam dari rental/persewaan kaset video.

Pentas seni ataupun musik di lingkungan sekolah dan panggung perpisahan murid kelas 3 SMP juga marak saat itu di dekade 1980-an. Betapa tidak? Di SMP saya, misalnya, setiap kelas minimal ada satu grup band, sehingga perlu diseleksi untuk tampil di panggung pesta seni ataupun perpisahan.

Sejak SMP, saya suka mendengarkan new wave dan electronic pop rock seperti Duran-Duran, a-Ha, Alphaville, dan Simple Minds. Namun, saya juga suka lagu-lagu dari The Beatles, The Rolling Stone, Queen, Genesis, Chicago, The Police, dan Scorpions. Bahkan, sudah mendengarkan Helloween, band speed metal asal Jerman yang sempat menjadi band pembuka konser Scorpions saat itu.

Di era 80-an, sejumlah stasiun radio di berbagai kota besar di Indonesia juga kembali mempopulerkan band-band terkenal dekade 1960-an dan 1970-an. Seperti The Beatles, The Rolling Stones.


Pop Versus Rock

Bagi remaja seusia saya saat itu, boleh dibilang, musik pop bersaing ketat dengan rock, terutama love songs dan slow rock. Semua itu punya penggemar masing-masing, ataupun perpaduan keduanya. Sah-sah saja sebagai pendengar ataupun penikmat musik.

Saat itu, kazanah musik di Tanah Air, belum menarik perhatian bagi saya pribadi. Hanya saja Iwan Fals, Ebiet G. Ade, dan Franky n Jane menjadi pengecualian.



Termasuk saya akrab mendengar lagu-lagu dari Bimbo dan Koes Bersaudara/Koes Plus sejak SD. Pasalnya, om dan tante sering memutarnya ketika keluarga saya masih menumpang di rumah kakek dan nenek.

Di bangku SMA untuk musikus ataupun band Tanah Air, selain Iwan Fals, Ebiet G. Ade, dan Franky n Jane, saya mulai mendengarkan yang lain. Misalnya, God Bless dan Ahmad Albar, serta Ikang Fawzi, dan Gito Rollies. Tapi memang umumnya bergenre rock dan sesekali balada.

Bukan hanya rock dan balada, saat SMA, saya juga suka musik pop terutama love songs. Khusus rock, saya menyukai hard rock hingga heavy metal.

Sementara saat saya kuliah di Kota Bandung, Jawa Barat, apresiasi musik saya mulai berkembang. Di antaranya, saya menyukai klasik rock, progressive rock, art rock, hard rock, heavy Metal, speed metal, blues, hingga jazz, jazz rock, dan fusion jazz.



Di akhir 1980-an hingga pertengahan 1990-an, konser-konser musik marak digelar di Kota Bandung dan sekitarnya. Termasuk pentas-pentas di berbagai kampus. Belum lagi pergaulan di Universitas Padjadjaran (Unpad) di Kampus Dipati Ukur 35, penuh dengan talenta berbakat di bidang musik.

Tak mengherankan, bila kemudian lahir sejumlah penyanyi dan band "jebolan" Kampus Dipati Ukur 35" di belantika musik Tanah Air. Bahkan, saya mengenal akrab atau berteman hingga saat ini dengan beberapa di antara mereka.


(BERSAMBUNG)

Nantikan lanjutannya, antara lain mengetengahkan:

- Indonesia Surga Belanja Kaset Pita

- Bob Geldof dan Penarikan Kaset Made in Indonesia

- Berburu Kaset dan Awal Lepas Koleksian

- Kerusuhan pun Mewarnai Konser

- Booming Kaset Jadul di Era Milenial

- [Lagi] Berburu Kaset, Berburu Kenangan

- A-Z Seputar Audio & Perawatan Koleksian

- Suka Duka Buka Lapak hingga Jualan Online 

- Liputan Konser, Wawancara & Review Blogger

Komentar

Postingan populer dari blog ini